Friday, December 13, 2013

Melatih Jiwa Agar Istiqomah

"Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan) Nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketaqwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya" QS. Asy-Syams(91: 7-10)

Setiap manusia pada dasarnya sama, kalaupun ada perbedaan, yang kita lihat bila kita bersanding bersama yang lainnya, hal ini dikarenakan tertutupnya persamaan yang ada dalam diri kita, dan lebih sering menonjolkan perbedaan, efek dari terpengaruhnya kita oleh keduniawian. Saat ini kita dihadapkan wajah kita kehadirat Allah SWT dengan penuh tawadhu dan rasa ikhsan. Seandainya kita adalah seorang yang mahir dalam bidang pengetahuan agama, sementara yang lain kurang, dapatkan kiranya kita mencontoh seorang yang namanya Bilal bin Rabah seorang budak berkulit hitam dan dengan Salman Al Farisi yang intelektual, keduanya sangat mencolok mata dari segi fisik dan derajat dimata manusia. Namun keduanya duduk sama derajatnya dihadapan Allah SWT. Merekalah contoh orang yang mendapatkan petunjuk dari Tuhannya.

Ayat Al-Qur'an dan contoh oleh riwayat tersebut di atas merupakan hal penting untuk kita pahami bahwa dalam diri manusia telah diilhamkan keburukan dan kebaikan, jika manusia telah mendapat hidayah walaupun berbeda pangkat derajat menurut pandangan manusia, Allah SWT akan menyamakannya.
Ketahuilah bahwa kemampuan seseorang dalam segi pengendalian nafsu menjadi tolak ukur derajat manusia. Menolak kejahatan dan berupaya mengendalikan hawa nafsu adalah tugas yang paling penting, karena nafsu adalah musuh yang paling buruk.

Untuk membawa diri kita agar kembali kepada keadaan yang baik dan diridhoi Allah, kita perlu melatih jiwa kita, dengan cara mensucikannya dari akhlak yang tercela dari berbagai kecenderungannya dan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji. Puncak kebahagiaan manusia sebenarnya terletak pada penyucian jiwa, sementara puncak kesengsaraan manusia terletak pada tindakan membiarkan jiwa mengalir dengan tabiat alamiah, artinya tidak ada usaha pengendalian diri atau tidak ada usaha untuk semakin mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta.

Dalam potongan ayat tersebut di atas, "Sungguh beruntung orang yang membersihkan jiwanya dan sungguh merugi orang yang mengotorinya". Alasannya karena penyucian jiwa dan latihan jiwa dan pengenalan jiwa menimbulkan pengetahuan akan Tuhan, sebab barangsiapa yang mengenal jiwanya sendiri akan mampu mengenal Tuhannya. Jiwa yang bersih akan menjadi tenang dan akan mendapatkan sapaan Allah seperti dalam firmanNya : "Wahai jiwa yang tenang! Datanglah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoiNya" QS. Al-Fajr: 27-28.

Jiwa yang seperti inilah yang kita tuju, dan tentunya untuk menuju kesana perlu perjuangan yang sungguh-
sungguh dan pendirian yang kuat. Jangan sampai kita sia-siakan perjuangan kita seperti firman Allah SWT : "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi bercerai berai kembali" QS. An-Nahl: 92.

Melatih jiwa yang dimaksud adalah istiqomah dalam melaksanakan semua tuntunan Rasulullah SAW. Dengan demikian jiwa kita pun akan meningkat menjadi jiwa yang diridhoi Allah SWT. Rasulullah pernah berwasiat kepada Mu'adz bin Jabal ra, tentang bacaan do'a yang didawamkan, "Allahumma a'inni'alaa dzikrika wasyukrika wa husni'abaadatika": "Ya Allah ajarka aku tentang ingat(dzikir) kepada Engkau dan syukur serta ajarkan kekhusu'an dalam beribadah kepadaMu". Wasiat ini merupakan pintu membuka jalur komunikasi kepada Allah dengan baik. Ada hal-hal yang tidak mampu kita dialogkan antar sesama manusia, hanya kepada Allah kita meminta pertolongan dan petunjuk seperti yang dicantumkan dalam surah Al-Fatihah.

Melakukan dialog langsung sesuai dengan keadaan hati kita, dengan rasa rendah hati (tawadhu) dan menjaga kesopanan dihadapan Allah SWT, serta berupaya merasakan bahwa Allah selalu mengawasi kita, dengan hati serta kerinduan yang dalam, kapanpun dan dimanapun. Dilakukan dalam posisi apapun, berdiri, duduk, maupun berbaring, sehingga akan ada bimbingan didalam hati kita untuk selalu ingat kepada Allah SWT. Pasrahkan seluruh jiwa raga kita dengan ikhlas sehingga Allah akan berkehendak membimbing setiap gerak dan diam kita, membimbing sholat, ruku, dan membimbing hati kita untuk bersabar, hal ini seperti yang tercantum dalam surah Az-Zumar : 22-23, "Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk menerima agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Allah (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata". Jadi nafsu yang bercokol pada jiwa manusialah penyebab kerusakan yang terjadi dimuka bumi ini, mengabaikan aturan Allah untuk menjadi kholifah di bumi sehingga jiwa itu menjadi hina. Kebersihan jiwa hanya bisa ditempuh dengan jalan mengigat Allah (dzikrullah) secara langgeng (terus-menerus) dalam setiap tindakan kita serta berusaha keras untuk berpaling dari kemauan syahwat itulah yang membersihkan dan menjernihkan hati.

Secara luas, Al-Qur'an menggambarkan hati sebagai fokus dari apa yang membuat seseorang menjadi manusiawi. Allah telah menaruh perhatian khusus kepada hati dan kurang begitu memperhatikan amalan-amalan aktual yang dilakukan orang-orang, "Tidak ada celakanya jika kamu berbuat salah, kecuali jika hatimu menyengaja", {33 : 5}. Dan juga hadits Nabi SAW menyatakan, "Allah tidak melihat badanmu atau bentukmu, melainkan keadaan hatimu", karena hati adalah tempat yang dilihat Allah, ini merupakan kunci menuju kemunafikan atau menuju ke derajat yang lebih tinggi disisi Allah SWT.

Hati adalah tempat dimana Tuhan mengungkapkan diriNya sendiri kepada manusia. KehadiranNya terasa di dalam hati, dan wahyu diturunkan di dalam hati para Nabi. Oleh karenanya jagalah hati kita dari penyakit hati yang membahayakan jiwa kita sendiri.


diedit dari :
Buletin Da'wah DKM Al Murabbi, Edisi 67,
10 Safar 1435 H, 13 Desember 2013