Showing posts with label Motivasi. Show all posts
Showing posts with label Motivasi. Show all posts

Friday, December 6, 2019

Some motivations for our age

At age 23, Oprah was fired from her first reporting job. At age 24, Stephen King was working as a janitor and living in a trailer. At age 27, Vincent Van Gogh failed as a missionary and decided to go to art school. At age 28, J.K. Rowling was a suicidal single parent living on welfare. At age 30, Harrison Ford was a carpenter. At age 30, Martha Stewart was a stockbroker. Vera Wang failed to make the Olympic figure skating team, didn’t get the Editor-in-Chief position at Vogue, and designed her first dress at age 40. Stan Lee didn’t release his first big comic book until he was 40. Samuel L. Jackson didn’t get his first movie role until he was 46. Morgan Freeman landed his first movie role at age 52. Grandma Moses didn’t begin her painting career until age 76. Louise Bourgeois didn’t become a famous artist until she was 78. Whatever your dream is, it is not too late to achieve it. You aren’t a failure because you haven’t found fame and fortune by the age of 21. Hell, it’s ok if you don’t even know what your dream is yet. Never tell yourself you’re too old to make it. Never tell yourself you missed your chance. Never tell yourself that you aren’t good enough. You can do it. Whatever it is.

Source:

Wednesday, February 14, 2018

Sekilas Cerita Seorang Anak Jepang Yang Payah

Di Jepang, ada anak laki-laki, tidak Pintar, sakit-sakitan ...tidak Ganteng juga.
Di kelas, duduknya paling belakang karena takut disuruh maju ke depan oleh Guru.
Tiap hari nemani Ayahnya di bengkel reparasi mesin pertanian di desa Kamyo distrik 
Shizuko.
Di usia 8 tahun dia mampu mengayuh sepeda sejauh 14 km hanya untuk melihat Pesawat Terbang.
Usia 15 tahun putus sekolah dan bekerja di bengkel mesin di Hary Shokai Company.
Usia 21 tahun diserahi buka cabang .... karena rajin, bengkelnya maju pesat.
Tapi dia tak puas dan memutuskan jadi wirausaha dg membuka bengkel sendiri.
Dan memproduksi Ring Piston .... Sayang ... TOYOTA menolak karyanya karena dianggap jauh dari Standar .... Dia dibully dan diejek teman-temannya ..... dia sedih dan jatuh sakit.
Setelah sembuh, dia putuskan kuliah untuk cari ilmu ... Namun dia Drop out tidak bisa meneruskan kuliah .... Dia berusaha dan mencoba dan selalu gagal berkali-kali.
Tahun 1947, Jepang porak poranda .... Hidupnya makin parah ... Semua dijual untuk kebutuhan sehari hari termasuk mobil kesayangannya dia jual.
Dari kondisi inilah Titik balik kehidupannya, berubah ...!
Dia punya sepeda kayuh satu-satunya ... Dia pasang motor kecil di sepedanya .... Dan tanpa disangka ... "Sepeda yg ada Motor kecil nya itulah yg merubah hidupnya".
Banyak yg mau membeli, akhirnya dia memproduksi banyak hasil karyanya itu.
Usahanya berkembang pesat hingga merambah produksi Mobil ..... dan menggurita di seluruh dunia.
Termasuk Indonesia, dia menjadi Founding Father yg melegenda.
Dia adalah *SOICHIRO HONDA*
Pemilik Perusahaan Honda dari Jepang, apa yg dia ucapkan:
*Tidak ada sukses tanpa perjuangan.
*Orang hanya melihat saat ini di saat aku berdiri dengan deretan Mobil dengan segala Kesuksesanku.
*Ketahuilah ... Itu cuma 1% keberhasilanku .... 99% adalah kegagalanku ....jarang orang yang mau melihatnya.
*Orang lebih silau dengan hasil kesuksesan.
*Tanpa mau melihat bagaimana kesuksesan itu dibentuk melalui sebuah proses yg berat, susah payah, jatuh bangun, dicaci, diejek, dibully, dikhianati, diremehkan.
*Sukses butuh semangat pantang menyerah, perjuangan dan doa, bahkan darah dan air mata.
Semoga bermanfaat... 👍

Thursday, December 3, 2015

Memaknai Zuhud

Sikap zuhud adalah amalan hati, sangat samar, dan memerlukan kekuatan besar untuk menumbuhkannya. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Zuhud itu di sini! Takwa itu di sini! Ketulusan (ikhlas) itu di sini!" seraya menunjuk tangan ke dadanya.
Orang yang mampu menumbuhkan prinsip-prinsip zuhud dalam hatinya telah meneguhkan bangunan tauhid yang kokoh. Hanya Allah-lah yang dia tuju, akhirat adalah negeri tujuan hidupnya, serta tak mudah terpikat oleh rayuan dan gemerlapnya dunia. Dia tidak mengejar hal-hal duniawi, tetapi justru dunialah yang mengerjarnya.
Rasulullah SAW juga bersabda, "Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri akhirat, maka Allah akan mengumpulkan kekuatannya, menjadikan hatinya kaya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allah akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di pelupuk matanya, dan dunia yang berhasil diraihnya hanyalah apa yang telah ditetapkan baginya." (HR Ahmad).
Jadi, memilih hidup zuhud itu bukan berarti melalaikan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai manusia. Bukan meninggalkan kewajiban untuk mencari nafkah bagi keluarga. Bukan pula berlari dan bersembunyi di gua. Bukan pula meminta kepada Allah untuk segera meninggalkan dunia ini. Namun, zuhud adalah kesadaran jiwa yang selalu kokoh dalam memegang tujuan penciptaan, yakni untuk beribadah. Zuhud adalah kesadaran jiwa bahwa yang selalu mengisi hatinya adalah hanya Allah SWT, bukan selain-Nya. Karena itu, Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani mengingatkan, "Genggamlah dunia di tangan, jangan di dalam hati!"
Ukuran zuhud bukan terletak pada rupa dan bentuk zahir tetapi hakikat zuhud itu terletak di dalam hati.
Imam Hasan Al-Bashri berkata, "Aku telah menjumpai suatu kaum dan berteman dengan mereka. Tidaklah mereka itu merasa gembira karena sesuatu yang mereka dapatkan dari perkara dunia, juga tidak bersedih dengan hilangnya sesuatu itu. Dunia dimata mereka lebih hina daripada tanah. Salah seorang diantara mereka hidup satu atau dua tahun dengan baju yang tidak pernah terlipat, tidak pernah meletakkan pakaian di atas perapian, tidak pernah meletakkan sesuatu antara badan mereka dengan tanah (beralas) dan tidak pernah memerintahkan orang lain membuatkan makanan untuk mereka. Bila malam tiba, mereka berdiri diatas kaki mereka, meletakkan wajah-wajah mereka dalam sujud dengan air mata bercucuran di pipi-pipi mereka dan bermunajat kepada Allah agar melepaskan diri mereka dari perbudakan dunia.
Ketika beramal kebaikan, mereka bersungguh-sungguh dengan memohon kepada Allah untuk menerimanya. Apabila berbuat keburukan, mereka bersedih dan bersegera meminta ampunan kepada Allah. Mereka senantiasa dalam keadaan demikian. Demi Allah, tidaklah mereka itu selamat dari dosa kecuali dengan ampunan Allah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada mereka."
Orang yang zuhud adalah orang yang selalu bersikap sabar dalam penderitaan, selalu bersikap qanaah (merasa cukup) dengan seluruh pemberian Allah, bertawakkal dan bertakwa, serta yakin dengan keyakinan penuh akan jaminan Allah. Sehingga kita akan mantap dalam beribadah, mempunyai tujuan hakiki dalam hidup, serta menjadikan dunia dan usaha sebagai media untuk persiapan kehidupan abadi di akhirat.
Rasulullah SAW bersabda, "Sekiranya anak Adam memiliki harta sebanyak dua bukit, niscaya ia akan mengharapkan untuk mendapatkan bukit ynag ketiga, dan tidaklah perut anak Adam itu dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah menerima tobat siapa saja yang bertobat." (HR Bukhari & Muslim).

Sunday, July 5, 2015

Surat Cinta Tentang Sholat

Post ini diambil dari group "Dakwah Muslimah" di LINE...Dan Poipo pikir bermanfaat, jadi sekalin di share ajjah... :-)
Moga penulisnya dapat berkah atas tulisannya ini...dan semoga pembacanya dapat semakin khusyu' sholatnya dan semakin dekat kepada Allah SWT...Aaamiiin..... :-)
Isinya sebagai berikut :
"Bismillah...
Bila engkau anggap sholat itu hanya penggugur kewajiban, maka kau akan terburu-buru mengerjakannya....
Bila kau anggap sholat itu hanya sebuah kewajiban, maka kau tak akan menikmati hadirnya Allah saat engkau mengerjakannya....
Anggaplah sholat it pertemuanmu nanti dengan Rabbmu..-Anggaplah sholat itu cara terbaikmu bercerita kepada Rabbmu...-Anggaplah sholat itu sebagai kondisi terbaik untukmu kerkeluh kesah dengan Rabbmu...
Bayangkah ketika 'Adzan berkumandang', disaat itulah tangan Allah melambai kedepanmu mengajak dirimu agar lebih dekat dengan-Nya...
Bayangkan ketika dirimu bertakbir, Allah melihatmu dan tersenyum padamu dan bangga terhadapmu...
Bayangkan ketika 'Rukuk', Allah menopang tubuhmu hingga tak terjatuh sehingga kau merasakan damai dalam sentuhan-Nya...
Bayangkan ketika 'Sujud', Allah mengelus kepalamu, lalu Dia berbisik lembut di kedua telingamu 'Aku mencintaimu hamba-Ku'...
Bayangkan ketika 'Duduk di antara dua sujud', Allah mengatakan : 'Aku tidak akan diam bila ada yang mengusikmu'...
Bayangkan ketika engkau 'Memberi salam', Allah menjawabnya, lalu kau seperti manusia berhati bersih... Masya Allah sungguh nikmat sholat yang kita lakukan itu...
Beruntunglah orang-orang yang mengamalkannya.... -Ilmu, Iman, & Amal-
Semoga bermanfaat..."

Saturday, February 13, 2010

Empat hambatan kreativitas


Kita sudah tahu, kita semua pada dasarnya kreatif. Benih-benih dan kekuatan kreatif sebenarnya terus menerus mengalir dari dalam diri kita. Yang menjadi masalah bukanlah ketiadaan ide-ide kreatif, tetapi adanya halangan-halangan yang memblokir ekspresi kreativitas kita. Celakanya, kita sering tidak menyadari keberadaan hambatan-hambatan tersebut. Upaya menjadi lebih kreatif, karena itu, adalah upaya-upaya menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut. James L. Adams dalam bukunya “Conceptual Blockbusting” menyebutkan adanya 4 jenis hambatan yang harus kita atasi bila ingin menjadi kreatif. Apa saja? Mari kita lihat.
Hambatan pertama adalah hambatan perseptual, yaitu halangan yang mencegah kita melihat secara jelas masalah atau informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu contoh terjelas hambatan jenis ini adalah praduga atau stereotyping. Jika kita terlanjur mempercayai sesuatu, kita selalu mencari konfirmasi untuk membenarkan kepercayaan tersebut (baca juga: Confirmation Bias dan Kreativitas). Sikap ini membuat kita malas mencari alternatif penjelasan lain. Hambatan perseptual juga sering membuat kita membatasi lingkup persoalan yang dihadapi. Ketika kita diberi enam korek api dan diminta membuat empat segi tiga sama sisi, kebanyakan dari kita akan melihatnya sebagai masalah dua dimensi. Padahal problem tersebut hanya bisa diselesaikan bila kita melihatnya sebagai masalah tiga dimensi (cobalah sendiri).
Hambatan perseptual lainnya adalah ketidakmampuan melihat masalah dari sudut-sudut pandang yang berbeda. Seorang akuntan akan melihat masalah penurunan penjualan melalui kaca mata akuntansi; seorang ahli pemasaran melihat melalui konsep-konsep pemasaran. Padahal kemampuan menilai permasalahan dari berbagai sudut adalah kunci kreativitas dan sumber solusi yang lebih bijak. Sudut pandang berbeda mampu memberi kita beragam ide baru, dan demikian juga persepsi yang diperoleh dari indra yang berbeda. Orang-orang kreatif mampu melibatkan beberapa indra mereka sekaligus secara intensif sewaktu mengobservasi sebuah objek atau peristiwa, sebuah hal yang jarang dilakukan kelompok yang kurang kreatif (yang umumnya bertumpu pada indra penglihatan atau pendengaran belaka).
Hambatan perseptual adalah hambatan pertama yang paling mudah dikenali. Tetapi tentu itu bukan satu-satunya hambatan. Hambatan kedua adalah hambatan emosional, terutama yang disebabkan ketakutan (baca juga: Ketakutan, Kreativitas, dan Inovasi). Untuk merasakan ketakutan ini sungguh mudah. Di rapat perusahaan, cobalah menyuarakan ide yang berbeda dari pendapat umum dan perhatikan apa yang Anda rasakan. Kadang berpikir untuk menentang pendapat umum saja sudah membuat perut kita terasa bergolak. Mungkin Anda merasa perasaan tersebut muncul karena kita harus melawan arus di depan orang banyak. Tetapi bagaimana bila Anda mengunci pintu kamar Anda, tengkurap di lantai, dan mencoba melata bagaikan ular sambil mendesis-desis. Untuk sebagian besar orang, meski yakin tidak ada yang melihat, perasaan tidak enak dan merasa bodoh tersebut akan tetap muncul.

Akar dari ketakutan tersebut sungguh tidak mudah untuk dilacak karena kompleksnya emosi manusia. Tetapi ketakutan yang menghalangi pengeluaran ide-ide baru tampaknya berakar dari ketakutan untuk gagal atau untuk mengambil resiko. Ide-ide kreatif atau inovatif tentu penuh dengan resiko kegagalan karena kita mencoba mengguncang sistem yang sudah ada. Ketakutan seperti itu juga membuat kita lebih suka mengkritik ide-ide orang lain daripada menghasilkan ide-ide sendiri.
Hambatan berikutnya tak kalah kuatnya, atau kadang malah lebih kuat, yaitu hambatan kultural dan/atau lingkungan. Bentuk paling umum dari hambatan ini adalah tabu yang berlaku di masyarakat. Di masyarakat Indonesia, misalnya, bentuk-bentuk ekspresi kreativitas yang mengeksploitasi erotika jelas-jelas tidak akan diterima dengan tangan terbuka. Tetapi sering tabu-tabu tersebut mengambil bentuk yang lebih halus. Budaya paternalistik kita sudah cukup untuk menghalangi karyawan-karyawan mengemukakan ide di hadapan para atasan mereka. Kalangan akademis yang mendewakan rasionalitas juga tidak akan menerima begitu saja ide-ide yang didapatkan dari intuisi. Kadang norma-norma yang berlaku di sebuah domain ilmu pengetahuan juga mampu menghambat ide-ide baru karena orang-orang di dalam domain tersebut sudah terlalu lama hidup tenang dalam ide-ide lama (baca juga: Umar Hasan Saputra).
Lingkungan fisik juga berpengaruh cukup besar terhadap lahirnya ide-ide kreatif. Apakah Anda bisa berpikir dengan tenang di tengah-tengah konser musik rock? Organisasi yang menyadari pentingnya lingkungan fisik tersebut sudah bersusah payah merancang gedung yang mampu memicu ide-ide kreatif (baca juga: Rancangan Gedung dan Kreativitas).
Cuma itu saja hambatan-hambatan yang ada? Sebenarnya tiga jenis hambatan di atas sudah cukup sulit untuk diatasi. Tetapi berita buruknya adalah: ada satu jenis hambatan lagi yang jarang dikenali, yaitu hambatan ekspresi. Hambatan ini paling jarang dibahas, tetapi cukup penting. Mirip dengan orang Indonesia yang berada di Paris, tetapi tidak bisa berbahasa Prancis, hambatan ini terjadi karena “bahasa” yang kita kuasai ternyata tidak cocok untuk menyelesaikan sebuah masalah atau mengkomunikasikan ide kita kepada orang lain. Ambil saja contoh para desainer yang terbiasa berbahasa “visual” yang harus menyampaikan ide mereka di depan para insinyur yang berbahasa “matematis”; atau penulis yang berbahasa “verbal” harus melukiskan keindahan karya mereka di depan para arsitek yang berbahasa “visual”. Kesulitan penyampaian ide akan muncul karena tidak samanya bahasa yang dipakai.
Hambatan ini penting untuk diatasi karena sebuah masalah umumnya lebih efektif diselesaikan dengan “bahasa” tertentu. Masalah yang bernuansa matematika tidak bisa diselesaikan dengan bahasa “verbal”. Bila kita kebetulan tidak menguasai bahasa yang dibutuhkan tersebut, masalah tersebut sulit untuk dipecahkan. Selain itu, upaya-upaya kreatif sering melibatkan kerja sama (dan persetujuan) dari orang-orang lain yang sering memiliki latar belakang yang berbeda dengan kita. Bila Anda tidak berhasil membuat mereka menghargai ide Anda, ide kreatif Anda akan mati muda. Hambatan ini sangat mengganggu karena kita sering tidak menyadari masalahnya.
Setelah mengenali empat jenis hambatan tersebut, apa yang harus kita lakukan untuk menyingkirkan mereka? Kata orang-orang bijak, mengenali musuh adalah langkah pertama untuk mengalahkannya. Dengan mengenali mereka, membawa mereka ke permukaan, kita sudah setengah jalan dalam upaya mengatasinya. Misalnya saja, karena kita tahu hambatan perseptual disebabkan oleh terbatasnya jangkauan persepsi kita, yang perlu kita lakukan adalah berusaha memperluas persepsi kita dengan mempertimbangkan lebih banyak sumber ide dan mencari lebih banyak alternatif solusi. Hambatan emosional bisa dikurangi dengan mencoba menilai resiko kegagalan secara objektif, dan mencari cara-cara untuk mengurangi resiko tersebut tanpa harus membuat kita takut mengeluarkan ide kita. Hambatan kultural memang lebih sulit diatasi karena menyangkut pendapat umum. Tetapi kita bisa mencoba membungkus ide kita dalam bingkai yang bisa diterima kultur tersebut. Perusahaan yang ingin berinovasi juga bisa menciptakan kultur perusahaan yang mendukung upaya-upaya kreativitas meski kultur tersebut tidak selaras dengan kultur nasional. Hambatan lingkungan bisa diatasi dengan mencari lingkungan yang lebih mendukung, seperti duduk-duduk santai di taman atau memutar musik yang bisa menginspirasi Anda. Sedangkan hambatan ekspresi bisa dikurangi dengan belajar secara sadar “bahasa-bahasa” lain yang selama ini menjadi kelemahan Anda.
Bila hambatan yang harus Anda atasi terlalu banyak, jangan atasi mereka semua secara sekaligus. Carilah yang paling mengganggu terlebih dahulu. Atasi satu per satu. Dengan menghilangkan satu hambatan sajapun, kreativitas Anda sudah akan meningkat.
Selamat mencoba.