Showing posts with label Exp. Show all posts
Showing posts with label Exp. Show all posts

Sunday, January 1, 2017

Bangunan Megah

Jikalau kita melihat sebuah bangunan gedung yang tinggi menjulang nan kokoh, maka mestilah kita bisa memetik hikmah darinya. Ternyata gedung itu bisa berdiri kuat dan indah karena masing-masing bahannya tidak saling ingin menonjolkan diri, tidak saling ingin selalu terlihat. Sehingga bangunan gedung itu bisa kokoh berdiri dan berfungsi secara optimal.
Bayangkan jika setiap bahan dari bangunan itu saling ingin menonjolkan dirinya, saling menampilkan dirinya, mungkin paku, pasir, beton, besi, semen, batubata dan bahan lainnya akan terlihat dari luar dan menjadikan bangunan itu tampak tidak indah. Bahkan juga tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya.
Saudaraku, demikianlah kita selaku kaum muslimin. Ada banyak sekali kelompok di tengah umat Islam. Ada banyak sekali orang, tokoh, sosok di dalam umat Islam yang mana masing-masing memiliki kemampuan dan kegemaran yang berbeda-beda. Dan, jikalau kita ingin umat Islam ini kokoh, kuat, kompak, dan harmoni maka kuncinya adalah tak perlu ingin saling menonjolkan diri. Tak perlu ingin saling terlihat lebih hebat daripada kelompok atau sesama orang Islam lainnya. Karena kita ini adalah umat yang satu, marilah kita jalankan peran kita masing-masing sebaik mungkin sebagai bentuk amal sholeh kita.
Setiap orang atau kelompok ada kapling dan porsinya masing-masing. Jika umat ini punya kebersamaan dengan satu tujuan, maka tidak ada yang lebih baik dari yang lainnya. Setiap orang memiliki kesempatan amal sholeh yang sama, memiliki jasa dan kemuliaan yang sama. Tiada pemimpin jika tak ada yang dipimpin. Tiada imam jika tanpa makmum.
Rosululloh Saw. bersabda, “Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” (HR. Muslim)
Adapun yang penting untuk kita tonjolkan adalah ukhuwahnya, persaudaraan sesama muslimnya, kerjasamanya dalam membangun bangsa dan umat, serta akhlak mulianya. Dengan demikian dakwah kita akan sangat terasa, umat ini akan kuat dan hidup terhormat karena kesholehannya, menjadi rahmat bagi semua orang dan seluruh makhluk. Insyaa Alloh!

Saturday, January 31, 2015

Logika antara Takdir Allah SWT dan Pilihan Manusia - Part II

Ada dua point dari pertanyaan di part I, yang pertama adalah kondisi dan kedua adalah masalah keringanan Allah SWT. Poipo pikir yang kedua itu mudah dijawab oleh ummat Islam hehhe... :-). Jadi mungkin disini akan banyak berputar-putar di point pertama dari pada point kedua sebelum melangkah ke state berikutnya.

Jika jaman sekarang ternyata ada seseorang yang memasuki kondisi seperti pada point pertama, yaitu terisolasi dari warna-warni kehidupan dan ajaran Islam. Berarti boleh dikatakan (ini hanya perkiraan, tentunya Allah SWT yang lebih tau segala sesuatu) bahwa tantangan yang harus ia lewati di jalur takdirnya untuk menemukan cahaya Islam akan lebih penuh makna dibandingkan dengan orang-orang yang telah memeluk Islam karena orang tuanya yang juga beragama Islam. Atau malah sebaliknya, boleh jadi orang ini akan meninggal di tempatnya tanpa menemukan apa-apa, hidupnya hanya sebatas daerah yang terisolasi tersebut. Jadi disini Poipo cuma memberikan 2 opsi pilihan, yaitu usaha untuk mencari cahaya Islam atau berdiam diri saja mengikuti jalur hidup mainstream di daerahnya. Nah sekarang bagaimana caranya mencari ajaran Islam itu padahal tempatnya terisolasi ? Jawabnya sederhana, Islam itu udah ada di dalam "hati"nya. Iyah... Islam itu udah ada di dalam hati semua orang, cuman Islam itu bisa tertutupi karena pengaruh lingkungan sekitar, sehingga ketika menginjak masa dewasa Islamnya tidak terlihat atau terganti dengan yang lain. Ummm... Moga-moga Poipo tidak salah menerjemahkan beberapa hasil riset dari beberapa ahli psikologi atau ilmuwan berikut. Pertama, Danar Zohar dari Harvard University dan Ian Marshall dari Oxfor University melalui risetnya yang sangat komprehensif mereka membuat temuan terkini secara alamiah untuk pembuatan konsep kecerdasan spiritual atau bahasa sundanya spiritual quotient (SQ). Umm... mungkin secara sederhana SQ itu memberikan makna dan nilai dalam setiap langkah hidup. Seseorang tidak hanya cerdas atau dapat bekerja keras untuk bertahan hidup memenuhi kebutuhan, atau mungkin dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat sosialnya, namun juga ada makna dan nilai dari setiap kecerdasan dan kerja kerasnya tersebut. Dalam buku "Man's Search for Meaning" yang ditulis oleh Victor E Frankl menyebutkan "People have enough to live, but nothing to live for; They have the means, but no meaning." Secara sederhana dari pernyataan tersebut bahwa kita butuh makna dan nilai dalam langkah hidup tidak cukup hanya sekedar hidup saja mengikuti arus. Pada tahun 1997, temuan mutakhir dari riset ahli saraf Ramachandran dan timnya dari universitas California, menyatakan bahwa terdapat eksistensi God Spot dalam sistem saraf otak manusia. God spot tersebut telah ada sejak lahir, telah built in sebagai pusat spiritual (spiritual center) yang terletak diantara jaringan saraf dan otak. Kemudian balik ke taon 1990-an, riset dari ahli saraf Austria, Wolf Singer dalam makalahnya "The Binding Problem" menyatakan bahwa terdapat proses-proses dalam saraf otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha untuk menyatukan serta memberi "makna" dalam pengalaman hidup manusia. Jadi terdapat saraf-saraf yang mengikat pengalaman hidup manusia secara bersama untuk "hidup lebih bermakna". Sow.... Ini semua adalah temuan-temuan orang barat secara ilmiah untuk mencari Tuhan yang boleh dikatakan bisa menuju kepada cahaya Islam itu sendiri. Nah kalo dalam Islam sendiri (moga Poipo g' salah mengambil hadits dan ayat Al-Qur'an, jadi mohon dikoreksi kalo salah), Dalam hadits imam Muslim No. 4805 yang artinya :
"Tidaklah seorang bayi yg dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah, maka bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani atau Musyrik. Lalu seseorang bertanya kepada beliau: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika bayi itu meninggal sebelum itu?
Maka beliau bersabda:
Allah lebih tahu dengan apa yang mereka kerjakan. Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah & Abu Kuraib mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, & telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, bapakku telah menceritakan kepada kami; keduanya dari Al A'masy dengan sanad ini dalam hadits Ibnu Numair dgn lafazh; Tidaklah setiap anak yg dilahirkan kecuali dalam keadaan di atas millah (Islam) . Dan dalam riwayat Abu Bakr dari Abu Mu'awiyah; 'Kecuali di atas millah (agama Islam) ini.' Sedangkan dalam riwayat Abu Kuraib dari Abu Mu'awiyah; Tidaklah seorang anak yg dilahirkan kecuali berada di atas fitrah ini, hingga dia mengucapkannya dengan lisannya. "
Terlihat fitrah setiap bayi yang lahir itu adalah Islam. Di dalam hadits imam Muslim yang lain, di nomor 4807, artinya :
"Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah lalu kedua orang tuanyalah yg menjadikannya sebagai seorang yahudi, nasrani & majusi (penyembah api). Apabila kedua orang tuanya muslim, maka anaknya pun akan menjadi muslim. Setiap bayi yg dilahirkan dipukul oleh syetan pada kedua pinggangnya, kecuali Maryam & anaknya (Isa).

Kemudian di dalam Al-Qur'an, surah Al-A'raf, ayat 172 yang artinya, "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” 

Jadi kalo di dalam diri kita fitrahnya sudah Islam sejak lahir, maka selama menjalani hidup yang berada di luar Islam, hati itu akan selalu berbisik untuk kembali ke Islam atau semakin dekat kepada Rabb-nya. Kita pun yang beragama Islam tetap selalu dapat bisikan hati jika ingin berbuat maksiat kan..?? Cuman masalahnya, sanggupkah kita memilih untuk mengikuti bisikan hati tersebut, sanggupkah badan kita bergerak untuk mengikuti arahan dari hati ini...?? Yah... tentunya tergantung pilihan kita sendiri, mau kata hatinya dicuekin atau diikuti tergantung pilihan kita. Sama halnya pada orang yang terisolasi ini. Jika orang tersebut memilih untuk mendengarkan kata hatinya dan berusaha sekuat tenaga mencari hakikat dirinya, InsyaAllah, di atas jalur pilihannya tersebut Allah SWT memberikan bantuan. Ummm... kita bisa melihat kisah bagaimana Nabi Ibrahim AS mencari Tuhan. Awalanya nabi Ibrahim mengagumi bintang-bintang, kemudian bulan, kemudian mengagumi matahari sampai pada akhirnya mengambil kesimpulan bahwa Tuhannya adalah yang menciptakan bintang, bulan, matahari dan semuanya. Kita bisa juga melihat kisah sahabat Rasulullah SAW yaitu Salman Al-Farisi. Mula-mula Salman r.a adalah seorang Majusi di Persia, kemudian beralih ke agama Nasrani, kemudian menempuh perjalan panjang menuju ke Madinah dan sampai menjadi budak, dan akhirnya bisa menemui manusia paling mulia nabi Muhammad SAW. Dan beberapa kisah-kisah lain yang bisa lihat betapa teguhnya mereka-mereka dalam mengikuti kata hati untuk mencari kebenaran dari Allah SWT. Beberapa sahabat-sahabat kita yang sebelumnya nonMuslim ataupun seorang atheis pun tetap berusaha mencari kebenaran akan fitrahnya sebagai Islam, seperti yang terlihat pada video-video Dr. Zakir Naik di youtube. Sow... Kita, Poipo, dan para pembaca sekalian yang hidup di zaman sekarang ini yang penuh dengan kemudahan mencari informasi, pernahkan kita meluangkan waktu sejenak mendengarkan bisikan-bisikan dari hati, merenungkan tentang kehidupan kita ? Pernahkah kita mengikuti kata hati untuk mengisi sesuatu yang terasa kosong atau hampa dalam hidup..? Atau kita hanya menyibukkan diri dengan belajar untuk sekolah, aktivitas kampus, menyibukkan diri dengan pekerjaan, atau menghabiskan waktu luang dengan tidur, jalan-jalan di mall, nonton, maen game, dsb. Sehingga menyebabkan kita tidak secara sadar mengikuti jalur hidup yang dikondisikan oleh lingkungan sosial kita, seperti ikut sholat ketika orang lain juga sholat, ikut belajar ketika orang lain juga pada rajin belajar, ikut melakukan ini itu, atau hanya melihat segala sesuatunya berjalan begitu saja tanpa memberi pemaknaan. Ummm... Poipo pertanyaannya kayak orang galau yah...?? Hehehe... :D....Well...Sahabat... Boleh jadi kita selama ini meniatkan seluruh aktivitas kita untuk beribadah kepada Allah SWT tetapi disisi lain dalam hati kita masih terdapat kekosongan dan tanda tanya, boleh jadi selama ini kita telah beribadah dengan baik tetapi masih ada saja titik hitam dalam hati yang belum kita ketahui bagaimana menyikapinya. So... Sahabat-sahabat Poipo dimanapun berada, apapun agamanya, apapun profesinya, berapapun umurnya, mari kita bersama-sama menetapkan pilihan kita untuk tetap belajar, belajar tentang agama, tentang ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk menunjang profesi kita masing-masing, belajar memberi makna kepada setiap aktivitas hidup sehingga kita yang sedang belajar matematika di sekolah tidak sekadar belajar integral, turunan atau apa, kita yang sedang belajar kimia tidak sekadar belajar kimia, kita yang sedang menyetir di jalan raya tidak sekadar mengendalikan mobil, kita yang sedang belajar mata kuliah di kampus tidak sekadar mengetahui teori-teorinya, atau kita yang sedang belajar agama tidak hanya sekadar belajar agama, atapun kita yang sedang shalat tidak hanya sekadar shalat saja, tidak sekadar menikah, tidak sekadar melakukan hubungan suami-istri, tidak sekadar mendidik dan membesarkan anak-anak kita, tidak sekadar menafkahi istri & keluarga, tidak sekadar duduk, beribadah, dan menunggu mati ketika umur kita telah senja, dan sebagai dan sebagainya... :-)
Yaah... ada banyak hal yang membutuhkan waktu untuk mencari jawaban, butuh ilmu dan agama, dan tentunya pilihan kita jugalah untuk selalu berdo'a kepada Allah semoga diberikan kekuatan untuk selalu secara terus-terus menerus berusaha mendekatkan diri kepada-Nya melalui agama Islam dari pilihan jalur takdir yang telah kita pilih. Dan semoga juga kita dberi kekuatan untuk selalu ingin belajar kontinyu untuk meningkatkan ilmu yang dimiliki, aamiin... :-). Agama dan Ilmu, sepasang kekasih... :D, "Agama tanpa ilmu adalah buta, Ilmu tanpa agama adalah lumpuh", Albert Einstein.

Heeem... Tentunya pilihan kita sendirilah yang menentukan, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11.


{My apology for any mistake in this post and please stay tuned for the next part.....}

Saturday, January 24, 2015

Logika antara Takdir Allah SWT dan Pilihan Manusia - Versi Poipo - Part I

Disini akan dipaparkan hasil pemikiran Poipo tentang takdir atau ketetapan Allah SWT dengan pilihan manusia terhadap sesuatu. Sebelumnya mohon dimaafkan karena Poipo sendiri bukan orang yang ahli dalam masalah agama, sehingga kutipan-kutipan dalam Al-Qur'an atau hadits tidak bisa disebutkan secara pasti atau tidak bisa ditunjukkan ini Al-Qur'an surah apa ayat apa atau hadits riwayat siapa, shahih atw da'if. Jadi sekali lagi mohon maaf untuk hal ini. Tulisan ini sekadar pengalaman yang moga bisa bermanfaat :-) Dan moga-moga tulisan berikutnya sudah dapat ditunjukkan ayat Al-Qur'an atw haditsnya dengan tepat...Aamiin..

Ok, balik ke masalah takdir Allah SWT dan pilihan manusia. Jaman-jaman Poipo masih sekolah dulu sering didengar pernyataan dari orang-orang disekitar "Aaah...ngapain belajar, kan hasil ujian besok itu sudah ditetapkan oleh Allah. Jadi belajar atau tidak yah hasilnya udah ada". Terus ada pernyataan lagi, "Ya Allah.... saya sudah belajar dengan dengan tekun, udah belajar teori sampe sedetail-detainlya, udah latian soal banyak-banyak, tapi.... hasilnya masih segini-segini juga, hmmm.... ." Dan beberapa pernyataan-pernyataan lainnya yang tidak bisa disebutkan semua. Well, kedua pernyataan sederhana tersebut terkandung takdir Allah SWT dan pilihan manusia. Yaitu takdir Allah untuk hasil ujian dan pilihan manusia untuk belajar santai, tidak belajar sama sekali, dan belajar dengan tekun. Telah kita ketahui bersama bahwa Allah SWT menciptakan manusia untuk dapat "memilih". Memilih untuk menuruti perintah Allah atau memilih untuk tidak mengikuti perintah Allah. Jadi manusia diberikan keistimewaan oleh Allah untuk memilih dan inilah yang membedakan manusia dengan malaikat. Jadi kalau begitu, jika kita memilih untuk tidak belajar atau belajar tekun ketika akan ujian sudah ditakdirkan oleh Allah juga kan ? Cuman disini yang perlu diperhatikan adalah Allah telah menetapkan 2 jalur takdir, yaitu takdir ketika kita belajar dengan tekun dan takdir ketika kita tidak belajar sama sekali. Nah....... so kita yang memilih, mau pilih yang belajar dengan tekun silahkan atau mau pilih yang tidak belajar sama sekali juga silahkan, soalnya dua pilihan tersebut sudah ditetapkan oleh Allah. Jadi jangan salahkan Allah jika kita memilih opsi tidak belajar sama sekali dan hasil ujiannya jelek, karena Allah sendiri sudah menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa musibah atau kejelekan yang menimpa kita adalah disebabkan karena ulah kita sendiri. Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. asy-Syura/42: 30). Jadi hasil ujian buruk ini karena pilihan kita terhadap sesuatu yang tidak baik, karena secara logika yah klu tidak belajar mana mungkin hasil ujiannya baik, yang belajar aja belum tentu hasil ujiannya baik. Nah terus, "Ada tuh temen yang g' belajar tapi eeeh eeeh.... hasil ujiannya ko' bagus, malah lebih bagus dari sudah belajar waaa... :3". Sahabat.... Inilah takdir yang tetapkan oleh Allah kepada orang tersebut. Takdir untuk memperoleh nilai ujian baik sekalipun dia tidak belajar sama sekali. Dan kita harus percaya bahwa benar-benar Allah yang telah menetapkan hal tersebut. Terus klu kita bertanya lagi, "Wah berarti disini Allah seakan-akan tidak adil sama saya dunk ? karena dikasih nilai yang jelek sedankan teman itu nilainya bagus padahal kita sama-sama tidak belajar". Kita telah ketahui bersama bahwa Allah itu Maha Adil dan setiap perbuatan baik atau buruk pasti akan dibalas oleh Allah. Cuman kita juga belum tahu kapan akan dibalas, bisa sekarang, nanti, atau malah pas udah diAkhirat. Jika kita ternyata dapat nilai yang jelek dan kita saat itu benar-benar sadar bahwa kita yang salah dan berikutnya akan belajar dengan tekun, nah berarti ini adalah rahmat Allah buat kita kan. Rahmat untuk belajar dengan tekun yang diperoleh karena telah berbuat salah, berarti nilai buruk itu baik dunk :D. "Ooowh Ok, ok....Terus yang temen dapat nilai baik itu gimana ?". Dia juga pasti akan dapat balasan atas perbuatannya yang tidak belajar, boleh jadi nilai baik itu ia peroleh karena perbuatan baiknya dimasa lalu sehingga pas ujian terjadi kesalahan teknis sehingga nilai ujiannya lebih bagus dan boleh jadi dimasa depan karena perbuatan buruknya tidak belajar, ia memperoleh sesuatu yang buruk disisi kehidupannya yang lain atau malah dapat nilai buruk juga akhirnya karena dari sekarang belum sadar, atau malah Ia tidak dibalas keburukan oleh Allah, karena sebelum dibalas, Ia telah bersedekah, telah istighfar banyak-banyak, sudah berdo'a banyak-banyak atau mungkin telah melakukan kebaikan-kebaikan lain sehingga musibahnya ilang. Tapi itu kan dimasa depan yang kita belum tau, ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Yang kita bisa pegang adalah dia telah "memilih" dan Allah telah menetapkan "jalur takdir" atas pilihannya, kita belum tau seperti apa ujungnya nanti. Jadi apapun yang kita pilih, Allah telah menetapkan sesuatu atas pilihan kita tersebut, maka pilihlah yang baik. Jadi sampai disini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sesuatu yang buruk itu belum tentu buruk untuk kita dan sesuatu yang baik itu belum tentu baik untuk kita. Kesimpulan tersebut juga selaras dalam firman Allah, Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216).
"Eeeh... gimana kalau pas dapat hasil buruk diujian, dan ternyata belum sadar-sadar juga ?". Nah... Sebenarnya kita bisa sadar atau tidak itu karena sebelumnya kita telah memilih dulu. Waaw...berarti kita memilih lagi nih :-). Tapi apa yang dipilih? Yang dipilih adalah sikap ridho, sabar, sikap tau diri, yang pada akhirnya pilihan ini membuat kita "sadar".  Terus boleh jadi secara tidak sadar, milih cuek-cuka aja sehingga g' nyadar. Terus pilihan berikutnya adalah kebalikannya, tidak ridho, jengkel, kesel, marah, kecewa, patah-hati, dsb yang pada akhirnya bisa membuat kita tidak sadar akan kesalahan kita sendiri. Atau mungkin masih ada pilihan-pilihan lain yang tidak disebutkan Poipo ketika menulis tulisan ini karena keterbatasan ilmu yang miliki. Jadi bisa kita lihat disini kita diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih. Dan lebih enaknya lagi, sekalipun pilihan kita buruk atau salah karena kebodohan kita, Allah tetap memberi pilihan-pilihan kepada kita untuk memperbaiki diri sehingga pada pilihan berikutnya kita dapat memilih yang baik. Terus, sekalipun kita sudah belajar capek-capek ternyata hasilnya buruk, disini pun kita ada pilihan yang sama kan, ridho atw tidak, dan sekalipun kita belajar capek-capek ternyata hasilnya sangat memuaskan, nah disini pilihannya bisa jadi g' ada marah atau kecewa lagi, tetapi pilihannya selain ridho bisa jadi adalah sombong, riya, congkak, sok-sok pamer nilai sama temen2, sok-sok pinter, sok-sok sholeh karena orangnya terlihat sering ikut aktivitas di mesjid juga, dan sebagainya dan sebagainya.

Dari pemaparan diatas, setidaknya kita bisa melihat bahwa semuanya adalah pilihan kita, karena memang Allah telah memberikan kita keistimewaan untuk bisa memilih. Dan dalam setiap jalur pilihan tersebut Allah telah menetapkan sesuatu untuk kita. Jadi apapun yang kita pilih Allah SWT telah membuat rangkaian event-event dalam pilihan tersebut. Secara sederhana mungkin seperti jaring laba-laba, dimana kita start dari tengah, kemudian Allah memberikan hak kepada kita untuk memilih jalur-jalur mana yang mau ditempuh untuk bisa sampai keujung jaring. Hal ini sangat mirip mana kala kita membuat suatu kode program if-else atau switch(pilihan) untuk suatu aplikasi. If kita memilih A then begini, else if kita memilih B then begitu, else if memilih C then seperti ini dan seterusnya, semua kode program besar ini telah tertulis dalam kitab lauful mahfuz jauh jauh hari sebelum kita hidup di dunia ini. Nah ketika kita kembali ke akhirat kelak, jalur-jalur pilihan-pilihan kita itu akan diperlihatkan kembali kepada kita. Makanya kita dimintai pertanggung-jawaban. Kan kadang-kadang ada pertanyaan aneh, "Kalo Allah udah netapin segala sesuatu untuk kita kenapa kita harus bertanggung jawab atas perbuatan kita di dunia, kan Dia sendiri yang netapin kalo kita nanti begini, begini, dan begitu di dunia. Nah terus kalo udah ditetapin seperti itu kenapa kita harus bertanggung-jawab kan Dia yang menetapkan untuk kita?". Kalo menurut saya, yah karena kita yang memilih, pilihan ada ditangan kita sendiri, makanya kita bertanggung jawab atas pilihan kita. Dan Allah hanya menetapkan takdir/kejadian-kejadian dalam jalur pilihan kita itu. Di dalam jalur pilihan kita itu mungkin Allah memberikan banyak ujian, banyak musibah, banyak hal-hal yang tidak menyenangkan atau mungkin sebaliknya Allah memberikan banyak rejeki, banyak kesenangan, banyak hal-hal yang menarik, dsb... Yang dari semua hal hal tersebut kalo kita bisa "memilih" lagi nih,, wah memilih lagi, Iyapz memilih lagi.... Kalo kita bisa memilih sesuatu yang tepat/baik, maka kita akan semakin mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta.

"Terus... gimana caranya biar bisa memilih pilihan yang tepat atau baik itu?". Nah dalam hal memilih itu kita akan sangat bergantung pada pemberian Allah kepada kita. "waaaw.. apa tuh Poipo ?", Pemberian tersebut adalah Pikiran kita, dalam hal ini ilmu yang kita miliki. Hati kita, dalam hal ini tingkat keimanan kita, dan terakhir adalah hawa nafsu yang menjadi pintu utama syaitan untuk membuat kita memilih pilihan yang salah. Insya Allah jika ketiga element tersebut dapat kita manfaatkan dengan baik maka pilihan yang tepat bisa kita identifikasi. Cuman masalahnya untuk kasus-kasus tertentu yang sangat spesifik untuk hidup kita, pilihan tepat atw tidak, kita juga g' tw kan ?? hihihi...:D. Seperti misalnya pada saat kita memilih/memutuskan untuk menjaga jarak dari kelompok-kelompok tertentu atau orang-orang tertentu. Nah pada saat kita membuat keputusan itu, tentunya kita punya alasan/dasar kan. Kita punya ilmu atau informasi bahwa kalo ada yang orang yang seperti ini kita harus berhati-hati, siapa tau akan terjebak sikap-sikap buruk dikemudian hari yang dapat membuat iman jadi rusak atau sesuatu yang buruk kita prediksi dapat terjadi. Tapi pada kenyataannya setelah sekian lama, ternyata tidak seperti itu. Nah disini berarti ilmu kita masih terlalu minim dan kita butuh berusaha untuk terus belajar lagi. "Terus apakah pilihan kita sebelumnya itu salah..??". Heum... Kita bisa menggunakan hati kita, apakah pilihan kita itu, kita dapat merasa semakin dekat kepada Sang Penguasa jagad raya..?? "Oooh... Mmm.... Rasanya sih agk dekat, tp rasanya g' g' juga tuh, gimana dunk ?". Oh.. kalu begitu belum selesai, silahkan lanjutkan petualanganya, soalnya tidak semua hal yang terjadi kepada kita bisa langsung kita jawab saat itu juga, butuh waktu, proses, butuh ujian ini, butuh musibah ini, butuh rejeki ini, dsb... Hingga mungkin dimasa depan, ketika jawabannya sudah diperlihatkan Allah didepan mata, kita udah lupa kalau peristiwa yang ini tuh adalah jawaban dari pertanyaan kita di masa lalu. Hahaha... :-) Hidup penah dengan warna warni. Tapi moga-moga aja kita bisa ngeeeeh... dan bisa menambah pengalaman,ilmu, dan iman dari situ semua :-). Makanya tetap terus belajar, karena Allah memberikan hikmah itu kepada orang-orang yang mau belajar atau berfikir saja. Orang-orang yang mau menggunakan akal pikiranya untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Makanya pantas kalau orang-orang berilmu itu diangkat beberapa derajat oleh Allah SWT.

"Btw, Po...contoh yang dikasih itu tuh belum terlalu terlihat keterlibatan hawa nafsu...". Owh..sebenarnya jika kita selalu menggunakan akal pikiran kita dalam melihat kejadian-kejadian disekitar kita ada banyak contoh-contohnya bisa kita lihat sendiri. Tentunya menggunakan akal pikiran itu adalah pilihan kita juga kan, jadi kita ada pilihan mau make atau tidak."Wah..jadi ada milih lagi nih hihihi....:D". Iyapz, dan saya pikir, umumnya kita tidak menggunakan akal kita ketika hawa nafsu sedang dominan dalam diri kita. Dan nafsu itu bisa dominan karena kebodohan atau karena lemahnya iman di hati. Makanya ada ungkapan "Kita butuh Allah itu setiap detik", klu g' salah ungkapan itu saya liad ditwitter hehe..tweetnya muqeemAli. Yah ada ada banyak penafsiran dari tweet muqeemAli tersebut. Kalau saya terjemahin sendiri, secara sederhana, ungkapan itu dimaksudkan agar kita dapat melihat dengan jelas pilihan-pilihan yang baik untuk kita, sehingga pada saat kita akan memilih, pertolongan atau rahmat Sang Maha Pemberi Rahmat masuk ke dalam hati kita, sehingga hati mengirimkan sinyal elektrik positif ke otak yang dapat mempengaruhi otak dalam memilih sesuatu. Sebenarnya disaat yang sama nafsu juga mengirimkan sinyal ke otak dan ke hati, sinyal nafsu umumnya sinyal negatif. Namun karena hati memperoleh sinyal-sinyal Ilahi dan pikiran kita juga punya ilmu yang memadai, sehingga sinyal-sinyal positif dan negatif tersebut diubah menjadi sinyal positif yang lebih kuat dan,.. pada akhirnya akan dikirimkan ke organ-organ tubuh sehingga dapat melakukan aktivitas positif dalam hidup dan dikirimkan juga kembali ke hati sehingga membuat iman semakin bertambah, dan disaat yang sama pula hati dan pikiran mengirimkan sinyal positif tersebut ke nafsu agar nafsu dapat semakin terkontrol dan dapat memahami kondisi hati dan pikiran. Well, uraian tentang sinyal-sinyal ini tidak ada bukti ilmiah, disini cuma dibuat analogi-analogi saja :-D. Pada kehidupan nyata, misalkan ada anak pejabat atau anak orang kaya {maaf disini Poipo tidak bermaksud meremehkan, merendahkan atapun menghina anak pejabat atw orang kaya :-), dan moga hatinya selalu terjaga dengan itu Aamiin...} yang di hina oleh anak dari keluarga yang biasa-biasa saja dengan kalimat "Eeeh.. kamu tuh egois banget, sombong, kurang perhatian sm orang sekitar, suka boong, kurang sedekah, kurang ibadah, sukanya suka ngomel, nyalain orang, sukanya cuma ngandalin orang tua, sukanya cuma maksiat aja terusss... parah loe,..mending menghilang aja loe dari alam semesta atau kelaut aja jadi tude puffft.....:P". Well, perkataan tersebut akan masuk lewat telinga yang akan diubah menjadi sinyal-sinyal listrik selanjutnya dikirim ke otak. Di otak akan diolah sesuai dengan kadar ilmu dari anak ini, diolah dengan bantuan hati dan nafsunya juga seperti uraian sebelumnya. Jika anak pejabat itu cukup baik dalam hal ilmu dan imannya kuat, mungkin pilihan yang bisa dilihat dipikirannya sebagai respon dari hinaan tersebut adalah :

  1. Diam, kemudian tersenyum kepada orang yang tersebut, kemudian pergi begitu saja mengabaikan omongan orang yang menghinanya.
  2. Diam tanpa senyum kemudian pergi begitu saja.
  3. Senyum kemudian mengatakan "Oh...terima kasih atas nasehatnya, do'akan saya moga bisa menjadi lebih baik lagi dst" {dengan suara yang sopan}, dan diikuti peristiwa selanjutnya..........
  4. Senyum kemudian diajakin ngobrol2 gini gitu,..tentang nasehat, dsb
  5. Marah cuman dengan didasari NIAT agar yang menghina ini bisa belajar juga dengan kalimatnya untuk bisa lebih sopan...
  6. Marah dan balas menghina orang yang menghinanya.
  7. Langsung nonjok yang menghina
  8. Diam, terus pergi tapi nyimpen dendam di hati
  9. dan seterusnya...
Jika anak tersebut ilmunya rendah, imannya pun rendah, sehingga nafsu mendominasi dalam otak untuk melihat pilihan, sehingga pilihannya cuma sedikit, mungkin cuma point 6,7, atau 8 saja. Nah pilihan-pilihan ini telah tertulis dan ditetapkan oleh Allah dan bagaimana kelanjutan dari tiap-tiap pilihan tersebut. Soooow... Tinggal anak ini mau milih point yang keberapa...? kalo udah milih yah siap dengan resiko dari pilihan tersebut. Eeemm... sama halnya kalo ingin nikah sama seseorang, kan kita yang memilih, dan pilihannya juga ada niat, dasar, alasan yang sudah diolah oleh hati, pikiran, dan nafsu. Makanya setiap pilihan berdo'alah, setiap mau ngelakuin sesuatu berdo'alah, setiap ini setiap itu berdo'alah, moga-moga dengan do'a itu niat awal kita tetap terjaga dan bisa bernilai ibadah sehingga pilihan kita dapat mendatangkan berkah. Dan berdo'a atau tidak, itupun sekali lagi adalah pilihan yang kita ambil, mau sadar atau tidak itu adalah pilihan. Dan Allah pun telah menetapkan jalan takdir jika seandainya kita berdo'a atau tidak. Seperti misalkan kita berdo'a dipanjangkan umur, dan Alhamdulillah do'anya dikabulkan oleh Allah Yang Maha Pemurah, sehingga umur kita yang sebelumnya hanya 57 tahun berubah menjadi 87 tahun. Nah ini pun telah ditetapkan oleh Allah jauh jauh hari sebelumnya{dalam hadits 50.000 tahun}, dengan catatan jika kita "memilih" untuk berdo'a, tapi klu g' berdo'a, yah berarti tetap 57 tahun dan 57 tahun itupun telah ditetapkan. Yupz...terlihat kita punya banyak pilihan, boleh jadi tiap detik kita membuat pilihan secara sadar atau tidak, dan pilihan itu mengantarkan ke jalur-jalur hidup yang berikutnya sesuai dengan yang ditetapkan Sang Maha Pengatur alam semesta untuk kita :-). Subhanallah....

"Dalam kondisi yang agak ektreem, misalnya ada seseorang yang dilahirkan dalam daerah terpencil dibelahan bumi. Daerah tersebut belum terjamah oleh teknologi atau gaya hidup orang sekarang, belum terjamah oleh ajaran Islam, sehingga dia hidup dengan kepercayaan yang diwariskan dari orang tua atau nenek moyangnya, ataupun mungkin hidup tanpa kepercayaan. Nah orang tersebut kan dari sisi pengetahuan kurang, dan dari sisi hati juga belum tersentuh oleh cahaya-cahaya Islam. Jadi gimana..??? Apakah Allah ada keringanan untuk orang ini atau dia dapat keistimewaan masuk surga karena kondisi seperti ini ??? "



Bersambung ke part II
{Bagi siapa saja yang membaca artikel ini, mohon dikoreksi jika terdapat kekeliruan}