“Sometimes people
with the worst past create the best future”
{Umar bin Khattab
r.a}
Allah tidak akan kehabisan cara untuk
memanggil hamba-Nya kembali. Ada yang diberi duka, ada yang diberi rasa tidak
berdaya, diberi pencarian yang payah, hingga ada juga yang diberi rasa syukur
yang membuncah. Setiap mereka diberi pelajaran berbeda. Namun ada satu
kesamaaan: mereka dipertemukan dengan jalan pulang.
Masih ingat Peggy Melati Sukma? Publik
mengenal wanita tersebut sebagai aktris, model, penyanyi, sekaligus komedian.
Dalam profesi yang digelutinya itu, berkomitmen mengenakan hijab bukanlah hal
yang mudah. Namun ia justru menemukan kebahagiaan sejati, seperti yang ia
ungkapkan dalam bimaislam.kemenag.go.id.
Kini ia getol berdakwah diberbagai
tempat menceritakan kisah-kisah hidupnya.
Lain halnya dengan Kiki Ahmad, mantan
anggota geng motor Brigez sekaligus mantan bandar narkoba. Berbagai sudut dunia
hitam pernah ia jelajahi. Mulai dari dinginnya jeruji besi, sampai tawuran dan
kecanduan putaw. Pintu taubat pun terbuka saat sahabat-sahabatnya meninggal
akibat narkoba. Puncaknya ketika sang ayah wafat. Seperti yang dicatat dari news.detik.com, rasa kehilangan sosok
ayahnya yang sabar itulah yang memberinya hikmah.
Setiap manusia terlahir dengan fitrah.
Fitrah tersebut membuat manusia selalu ingin hijrah kepada kebaikan dan
keimanan. Ketika kehidupan mereka semakin batil, maka fitrah untuk berhijrah
seharusnya semakin tinggi pula. Hati mereka akan memberontak, mempertanyakan
eksistensi dirinya yang jauh dari keimanan.
“Makanya kita jangan memusuhi mereka
yang terjerumus dengan kehidupan yang jauh dari Islam. Ketika mereka makin
jauh, makin bejat, makin amoral, mereka itu sudah disindir oleh fitrah diri
mereka sendiri untuk hijrah”, papar Adriano Rusfi, Sabtu (26/12/2015).
Tak jarang orang-orang yang sebelumnya
sering berbuat buruk, ternyata malah menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik
dari orang kebanyakan. Hal ini karena kebanyakan mereka tetap menjadi “orang
baik” tanpa ada peningkatan yang signifikan.
Hijrah adalah fitrah setiap insan.
Anggota Dewan Pakar YPM Salman ITB itu menjelaskan, hijrah di sini bukanlah
hijrah fisik, seperti ketika Rasulullah SAW hijrah dari Mekkah ke Medinah.
Namun merupakan hijrah dari ideology. Rasulullah SAW dalam haditsnya menyatakan
bahwa tidak ada hijrah fisik lagi setelah pembebasan (futuh) Makkah. “Hijrah ini lebih bersifat ke perihal maknawiyah,” tuturnya.
Banyak momentum khusus yang bisa
dimanfaatkan sebagai awal berhijrah. Misalnya pergantian status, pergantian
tempat tinggal, maupun pergantian tahun masehi. Hal yang mesti jadi catatan, jangan sampai hijrah dilakukan semata-mata
karena momentum. Hal terpenting sebenarnya terletak pada yang dilakukannya
setelah berhijrah. Dalam Surah Al-Anfaal [8] ayat 72 hingga 75, Allah SWT
menyebutkan tiga rangkain yang harus diperhatikan, yakni: iman, hijrah, dan jihad.
Seorang yang berhijrah hendaknya
memiliki pendalaman keimanan dan Islam. Pendalaman tersebut berguna agar ia
tahu apa saja yang menjadi batasan dalam hijrahnya. Jangan sampai berlebihan
sehingga membuat apa-apa yang tak perlu dihijrahi malah dihijrahi.
“Misalnya, ada seseorang yang
sebelumnya toleran terhadap nonmuslim. Namun setelah hijrahnya, ia malah
menjadi tidak toleran. Seolah nilai-nilai kemanusiaan hilang dari dirinya,”
tutur pria yang juga dikenal sebagai konsultan SDM dan Pendidikan ini.
Hijrah yang tidak disertai upaya untuk
mendalami Islam yang benar malah akan berakhir tidak baik. Ia bisa saja lupa
bahwa Islam harus dilaksanakan secara kaaffaah.
Seperti ketika ia terlalu kaku akan suatu hal membuat ia “anti” terhadap kaum
atau kepercayaan tertentu, sampai lupa menjaga akhlak.
“Seseorang yang hijrah mestinya rendah
hati. Ia harus sadar kalau ia hijrah bukan karena hasil ikhtiarnya menemukan
kebenaran, namun karena Allah-lah yang memberi rahmat dan hidayah kepadanya,”
lanjutnya.
Terkait jihad yang menjadi rangkain
terakhir, Adriano menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah kesungguh-sungguhan,
terutama dalam hal beramal. Diharapkan, mereka yang hijrah tersebut mempunyai spesifikasi
lebih karena mereka lebih paham hakikat Islam daripada mereka yang “Islam KTP”.
“Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid
contohnya. Setelah mereka berhijrah ke Islam, mereka menjadi orang-orang
terbaik di zamannya,” ungkap Adriano.
Umar dan Khalid memang memiliki masa
lalu yang kelam. Mereka pernah ada di barisan terdepan dalam memerangi Islam.
Namun setelah menjadi kaum Muslim, mereka dijamin masuk surga. Hadiah dari
Allah pada mereka yang memilih jalan menanjak lagi sukar, yang berkomitmen pada
Allah dan Rasul-Nya, meski pernah berlumur dosa.
Lalu apa lagi yang dinanti? Mari hiasi
lembaran baru di tahun 2016 ini dengan niat menjadi Mukmin yang sesungguhnya;
yang berpijak pada iman, beranjak untuk berhijrah, meninggalkan jejak lewat
jihad. [Eko] [Nadhira]
“Seseorang yang
hijrah mestinya rendah hati. Ia harus sadar kalau ia hijrah bukan karena hasil
ikhtiarnya menemukan kebenaran, namun karena Allah-lah yang memberi rahmat dan
hidayah kepadanya” {Adriano Rusfi - Anggota Dewan Pakar YPM Salman ITB }
{Artikel ini
diedit dari Buletin Pekanan Mesjid Salman ITB, Tahun III/Edisi 90/Jumat, 1
Januari 2016/ 20 Rabiul Awal 1437 H}
No comments:
Post a Comment