Disini akan dipaparkan hasil pemikiran Poipo tentang takdir atau ketetapan Allah SWT dengan pilihan manusia terhadap sesuatu. Sebelumnya mohon dimaafkan karena Poipo sendiri bukan orang yang ahli dalam masalah agama, sehingga kutipan-kutipan dalam Al-Qur'an atau hadits tidak bisa disebutkan secara pasti atau tidak bisa ditunjukkan ini Al-Qur'an surah apa ayat apa atau hadits riwayat siapa, shahih atw da'if. Jadi sekali lagi mohon maaf untuk hal ini. Tulisan ini sekadar pengalaman yang moga bisa bermanfaat :-) Dan moga-moga tulisan berikutnya sudah dapat ditunjukkan ayat Al-Qur'an atw haditsnya dengan tepat...Aamiin..
Ok, balik ke masalah takdir Allah SWT dan pilihan manusia. Jaman-jaman Poipo masih sekolah dulu sering didengar pernyataan dari orang-orang disekitar "Aaah...ngapain belajar, kan hasil ujian besok itu sudah ditetapkan oleh Allah. Jadi belajar atau tidak yah hasilnya udah ada". Terus ada pernyataan lagi, "Ya Allah.... saya sudah belajar dengan dengan tekun, udah belajar teori sampe sedetail-detainlya, udah latian soal banyak-banyak, tapi.... hasilnya masih segini-segini juga, hmmm.... ." Dan beberapa pernyataan-pernyataan lainnya yang tidak bisa disebutkan semua. Well, kedua pernyataan sederhana tersebut terkandung takdir Allah SWT dan pilihan manusia. Yaitu takdir Allah untuk hasil ujian dan pilihan manusia untuk belajar santai, tidak belajar sama sekali, dan belajar dengan tekun. Telah kita ketahui bersama bahwa Allah SWT menciptakan manusia untuk dapat "memilih". Memilih untuk menuruti perintah Allah atau memilih untuk tidak mengikuti perintah Allah. Jadi manusia diberikan keistimewaan oleh Allah untuk memilih dan inilah yang membedakan manusia dengan malaikat. Jadi kalau begitu, jika kita memilih untuk tidak belajar atau belajar tekun ketika akan ujian sudah ditakdirkan oleh Allah juga kan ? Cuman disini yang perlu diperhatikan adalah Allah telah menetapkan 2 jalur takdir, yaitu takdir ketika kita belajar dengan tekun dan takdir ketika kita tidak belajar sama sekali. Nah....... so kita yang memilih, mau pilih yang belajar dengan tekun silahkan atau mau pilih yang tidak belajar sama sekali juga silahkan, soalnya dua pilihan tersebut sudah ditetapkan oleh Allah. Jadi jangan salahkan Allah jika kita memilih opsi tidak belajar sama sekali dan hasil ujiannya jelek, karena Allah sendiri sudah menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa musibah atau kejelekan yang menimpa kita adalah disebabkan karena ulah kita sendiri.
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. asy-Syura/42: 30). Jadi hasil ujian buruk ini karena pilihan kita terhadap sesuatu yang tidak baik, karena secara logika yah klu tidak belajar mana mungkin hasil ujiannya baik, yang belajar aja belum tentu hasil ujiannya baik. Nah terus, "Ada tuh temen yang g' belajar tapi eeeh eeeh.... hasil ujiannya ko' bagus, malah lebih bagus dari sudah belajar waaa... :3". Sahabat.... Inilah takdir yang tetapkan oleh Allah kepada orang tersebut. Takdir untuk memperoleh nilai ujian baik sekalipun dia tidak belajar sama sekali. Dan kita harus percaya bahwa benar-benar Allah yang telah menetapkan hal tersebut. Terus klu kita bertanya lagi, "Wah berarti disini Allah seakan-akan tidak adil sama saya dunk ? karena dikasih nilai yang jelek sedankan teman itu nilainya bagus padahal kita sama-sama tidak belajar". Kita telah ketahui bersama bahwa Allah itu Maha Adil dan setiap perbuatan baik atau buruk pasti akan dibalas oleh Allah. Cuman kita juga belum tahu kapan akan dibalas, bisa sekarang, nanti, atau malah pas udah diAkhirat. Jika kita ternyata dapat nilai yang jelek dan kita saat itu benar-benar sadar bahwa kita yang salah dan berikutnya akan belajar dengan tekun, nah berarti ini adalah rahmat Allah buat kita kan. Rahmat untuk belajar dengan tekun yang diperoleh karena telah berbuat salah, berarti nilai buruk itu baik dunk :D. "Ooowh Ok, ok....Terus yang temen dapat nilai baik itu gimana ?". Dia juga pasti akan dapat balasan atas perbuatannya yang tidak belajar, boleh jadi nilai baik itu ia peroleh karena perbuatan baiknya dimasa lalu sehingga pas ujian terjadi kesalahan teknis sehingga nilai ujiannya lebih bagus dan boleh jadi dimasa depan karena perbuatan buruknya tidak belajar, ia memperoleh sesuatu yang buruk disisi kehidupannya yang lain atau malah dapat nilai buruk juga akhirnya karena dari sekarang belum sadar, atau malah Ia tidak dibalas keburukan oleh Allah, karena sebelum dibalas, Ia telah bersedekah, telah istighfar banyak-banyak, sudah berdo'a banyak-banyak atau mungkin telah melakukan kebaikan-kebaikan lain sehingga musibahnya ilang. Tapi itu kan dimasa depan yang kita belum tau, ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Yang kita bisa pegang adalah dia telah "memilih" dan Allah telah menetapkan "jalur takdir" atas pilihannya, kita belum tau seperti apa ujungnya nanti. Jadi apapun yang kita pilih, Allah telah menetapkan sesuatu atas pilihan kita tersebut, maka pilihlah yang baik. Jadi sampai disini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sesuatu yang buruk itu belum tentu buruk untuk kita dan sesuatu yang baik itu belum tentu baik untuk kita. Kesimpulan tersebut juga selaras dalam firman Allah,
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216).
"Eeeh... gimana kalau pas dapat hasil buruk diujian, dan ternyata belum sadar-sadar juga ?". Nah... Sebenarnya kita bisa sadar atau tidak itu karena sebelumnya kita telah memilih dulu. Waaw...berarti kita memilih lagi nih :-). Tapi apa yang dipilih? Yang dipilih adalah sikap ridho, sabar, sikap tau diri, yang pada akhirnya pilihan ini membuat kita "sadar". Terus boleh jadi secara tidak sadar, milih cuek-cuka aja sehingga g' nyadar. Terus pilihan berikutnya adalah kebalikannya, tidak ridho, jengkel, kesel, marah, kecewa, patah-hati, dsb yang pada akhirnya bisa membuat kita tidak sadar akan kesalahan kita sendiri. Atau mungkin masih ada pilihan-pilihan lain yang tidak disebutkan Poipo ketika menulis tulisan ini karena keterbatasan ilmu yang miliki. Jadi bisa kita lihat disini kita diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih. Dan lebih enaknya lagi, sekalipun pilihan kita buruk atau salah karena kebodohan kita, Allah tetap memberi pilihan-pilihan kepada kita untuk memperbaiki diri sehingga pada pilihan berikutnya kita dapat memilih yang baik. Terus, sekalipun kita sudah belajar capek-capek ternyata hasilnya buruk, disini pun kita ada pilihan yang sama kan, ridho atw tidak, dan sekalipun kita belajar capek-capek ternyata hasilnya sangat memuaskan, nah disini pilihannya bisa jadi g' ada marah atau kecewa lagi, tetapi pilihannya selain ridho bisa jadi adalah sombong, riya, congkak, sok-sok pamer nilai sama temen2, sok-sok pinter, sok-sok sholeh karena orangnya terlihat sering ikut aktivitas di mesjid juga, dan sebagainya dan sebagainya.
Dari pemaparan diatas, setidaknya kita bisa melihat bahwa semuanya adalah pilihan kita, karena memang Allah telah memberikan kita keistimewaan untuk bisa memilih. Dan dalam setiap jalur pilihan tersebut Allah telah menetapkan sesuatu untuk kita. Jadi apapun yang kita pilih Allah SWT telah membuat rangkaian event-event dalam pilihan tersebut. Secara sederhana mungkin seperti jaring laba-laba, dimana kita start dari tengah, kemudian Allah memberikan hak kepada kita untuk memilih jalur-jalur mana yang mau ditempuh untuk bisa sampai keujung jaring. Hal ini sangat mirip mana kala kita membuat suatu kode program if-else atau switch(pilihan) untuk suatu aplikasi. If kita memilih A then begini, else if kita memilih B then begitu, else if memilih C then seperti ini dan seterusnya, semua kode program besar ini telah tertulis dalam kitab lauful mahfuz jauh jauh hari sebelum kita hidup di dunia ini. Nah ketika kita kembali ke akhirat kelak, jalur-jalur pilihan-pilihan kita itu akan diperlihatkan kembali kepada kita. Makanya kita dimintai pertanggung-jawaban. Kan kadang-kadang ada pertanyaan aneh, "Kalo Allah udah netapin segala sesuatu untuk kita kenapa kita harus bertanggung jawab atas perbuatan kita di dunia, kan Dia sendiri yang netapin kalo kita nanti begini, begini, dan begitu di dunia. Nah terus kalo udah ditetapin seperti itu kenapa kita harus bertanggung-jawab kan Dia yang menetapkan untuk kita?". Kalo menurut saya, yah karena kita yang memilih, pilihan ada ditangan kita sendiri, makanya kita bertanggung jawab atas pilihan kita. Dan Allah hanya menetapkan takdir/kejadian-kejadian dalam jalur pilihan kita itu. Di dalam jalur pilihan kita itu mungkin Allah memberikan banyak ujian, banyak musibah, banyak hal-hal yang tidak menyenangkan atau mungkin sebaliknya Allah memberikan banyak rejeki, banyak kesenangan, banyak hal-hal yang menarik, dsb... Yang dari semua hal hal tersebut kalo kita bisa "memilih" lagi nih,, wah memilih lagi, Iyapz memilih lagi.... Kalo kita bisa memilih sesuatu yang tepat/baik, maka kita akan semakin mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta.
"Terus... gimana caranya biar bisa memilih pilihan yang tepat atau baik itu?". Nah dalam hal memilih itu kita akan sangat bergantung pada pemberian Allah kepada kita. "waaaw.. apa tuh Poipo ?", Pemberian tersebut adalah Pikiran kita, dalam hal ini ilmu yang kita miliki. Hati kita, dalam hal ini tingkat keimanan kita, dan terakhir adalah hawa nafsu yang menjadi pintu utama syaitan untuk membuat kita memilih pilihan yang salah. Insya Allah jika ketiga element tersebut dapat kita manfaatkan dengan baik maka pilihan yang tepat bisa kita identifikasi. Cuman masalahnya untuk kasus-kasus tertentu yang sangat spesifik untuk hidup kita, pilihan tepat atw tidak, kita juga g' tw kan ?? hihihi...:D. Seperti misalnya pada saat kita memilih/memutuskan untuk menjaga jarak dari kelompok-kelompok tertentu atau orang-orang tertentu. Nah pada saat kita membuat keputusan itu, tentunya kita punya alasan/dasar kan. Kita punya ilmu atau informasi bahwa kalo ada yang orang yang seperti ini kita harus berhati-hati, siapa tau akan terjebak sikap-sikap buruk dikemudian hari yang dapat membuat iman jadi rusak atau sesuatu yang buruk kita prediksi dapat terjadi. Tapi pada kenyataannya setelah sekian lama, ternyata tidak seperti itu. Nah disini berarti ilmu kita masih terlalu minim dan kita butuh berusaha untuk terus belajar lagi. "Terus apakah pilihan kita sebelumnya itu salah..??". Heum... Kita bisa menggunakan hati kita, apakah pilihan kita itu, kita dapat merasa semakin dekat kepada Sang Penguasa jagad raya..?? "Oooh... Mmm.... Rasanya sih agk dekat, tp rasanya g' g' juga tuh, gimana dunk ?". Oh.. kalu begitu belum selesai, silahkan lanjutkan petualanganya, soalnya tidak semua hal yang terjadi kepada kita bisa langsung kita jawab saat itu juga, butuh waktu, proses, butuh ujian ini, butuh musibah ini, butuh rejeki ini, dsb... Hingga mungkin dimasa depan, ketika jawabannya sudah diperlihatkan Allah didepan mata, kita udah lupa kalau peristiwa yang ini tuh adalah jawaban dari pertanyaan kita di masa lalu. Hahaha... :-) Hidup penah dengan warna warni. Tapi moga-moga aja kita bisa ngeeeeh... dan bisa menambah pengalaman,ilmu, dan iman dari situ semua :-). Makanya tetap terus belajar, karena Allah memberikan hikmah itu kepada orang-orang yang mau belajar atau berfikir saja. Orang-orang yang mau menggunakan akal pikiranya untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Makanya pantas kalau orang-orang berilmu itu diangkat beberapa derajat oleh Allah SWT.
"Btw, Po...contoh yang dikasih itu tuh belum terlalu terlihat keterlibatan hawa nafsu...". Owh..sebenarnya jika kita selalu menggunakan akal pikiran kita dalam melihat kejadian-kejadian disekitar kita ada banyak contoh-contohnya bisa kita lihat sendiri. Tentunya menggunakan akal pikiran itu adalah pilihan kita juga kan, jadi kita ada pilihan mau make atau tidak."Wah..jadi ada milih lagi nih hihihi....:D". Iyapz, dan saya pikir, umumnya kita tidak menggunakan akal kita ketika hawa nafsu sedang dominan dalam diri kita. Dan nafsu itu bisa dominan karena kebodohan atau karena lemahnya iman di hati. Makanya ada ungkapan "Kita butuh Allah itu setiap detik", klu g' salah ungkapan itu saya liad ditwitter hehe..tweetnya muqeemAli. Yah ada ada banyak penafsiran dari tweet muqeemAli tersebut. Kalau saya terjemahin sendiri, secara sederhana, ungkapan itu dimaksudkan agar kita dapat melihat dengan jelas pilihan-pilihan yang baik untuk kita, sehingga pada saat kita akan memilih, pertolongan atau rahmat Sang Maha Pemberi Rahmat masuk ke dalam hati kita, sehingga hati mengirimkan sinyal elektrik positif ke otak yang dapat mempengaruhi otak dalam memilih sesuatu. Sebenarnya disaat yang sama nafsu juga mengirimkan sinyal ke otak dan ke hati, sinyal nafsu umumnya sinyal negatif. Namun karena hati memperoleh sinyal-sinyal Ilahi dan pikiran kita juga punya ilmu yang memadai, sehingga sinyal-sinyal positif dan negatif tersebut diubah menjadi sinyal positif yang lebih kuat dan,.. pada akhirnya akan dikirimkan ke organ-organ tubuh sehingga dapat melakukan aktivitas positif dalam hidup dan dikirimkan juga kembali ke hati sehingga membuat iman semakin bertambah, dan disaat yang sama pula hati dan pikiran mengirimkan sinyal positif tersebut ke nafsu agar nafsu dapat semakin terkontrol dan dapat memahami kondisi hati dan pikiran. Well, uraian tentang sinyal-sinyal ini tidak ada bukti ilmiah, disini cuma dibuat analogi-analogi saja :-D. Pada kehidupan nyata, misalkan ada anak pejabat atau anak orang kaya {maaf disini Poipo tidak bermaksud meremehkan, merendahkan atapun menghina anak pejabat atw orang kaya :-), dan moga hatinya selalu terjaga dengan itu Aamiin...} yang di hina oleh anak dari keluarga yang biasa-biasa saja dengan kalimat "Eeeh.. kamu tuh egois banget, sombong, kurang perhatian sm orang sekitar, suka boong, kurang sedekah, kurang ibadah, sukanya suka ngomel, nyalain orang, sukanya cuma ngandalin orang tua, sukanya cuma maksiat aja terusss... parah loe,..mending menghilang aja loe dari alam semesta atau kelaut aja jadi tude puffft.....:P". Well, perkataan tersebut akan masuk lewat telinga yang akan diubah menjadi sinyal-sinyal listrik selanjutnya dikirim ke otak. Di otak akan diolah sesuai dengan kadar ilmu dari anak ini, diolah dengan bantuan hati dan nafsunya juga seperti uraian sebelumnya. Jika anak pejabat itu cukup baik dalam hal ilmu dan imannya kuat, mungkin pilihan yang bisa dilihat dipikirannya sebagai respon dari hinaan tersebut adalah :
- Diam, kemudian tersenyum kepada orang yang tersebut, kemudian pergi begitu saja mengabaikan omongan orang yang menghinanya.
- Diam tanpa senyum kemudian pergi begitu saja.
- Senyum kemudian mengatakan "Oh...terima kasih atas nasehatnya, do'akan saya moga bisa menjadi lebih baik lagi dst" {dengan suara yang sopan}, dan diikuti peristiwa selanjutnya..........
- Senyum kemudian diajakin ngobrol2 gini gitu,..tentang nasehat, dsb
- Marah cuman dengan didasari NIAT agar yang menghina ini bisa belajar juga dengan kalimatnya untuk bisa lebih sopan...
- Marah dan balas menghina orang yang menghinanya.
- Langsung nonjok yang menghina
- Diam, terus pergi tapi nyimpen dendam di hati
- dan seterusnya...
Jika anak tersebut ilmunya rendah, imannya pun rendah, sehingga nafsu mendominasi dalam otak untuk melihat pilihan, sehingga pilihannya cuma sedikit, mungkin cuma point 6,7, atau 8 saja. Nah pilihan-pilihan ini telah tertulis dan ditetapkan oleh Allah dan bagaimana kelanjutan dari tiap-tiap pilihan tersebut. Soooow... Tinggal anak ini mau milih point yang keberapa...? kalo udah milih yah siap dengan resiko dari pilihan tersebut. Eeemm... sama halnya kalo ingin nikah sama seseorang, kan kita yang memilih, dan pilihannya juga ada niat, dasar, alasan yang sudah diolah oleh hati, pikiran, dan nafsu. Makanya setiap pilihan berdo'alah, setiap mau ngelakuin sesuatu berdo'alah, setiap ini setiap itu berdo'alah, moga-moga dengan do'a itu niat awal kita tetap terjaga dan bisa bernilai ibadah sehingga pilihan kita dapat mendatangkan berkah. Dan berdo'a atau tidak, itupun sekali lagi adalah pilihan yang kita ambil, mau sadar atau tidak itu adalah pilihan. Dan Allah pun telah menetapkan jalan takdir jika seandainya kita berdo'a atau tidak. Seperti misalkan kita berdo'a dipanjangkan umur, dan Alhamdulillah do'anya dikabulkan oleh Allah Yang Maha Pemurah, sehingga umur kita yang sebelumnya hanya 57 tahun berubah menjadi 87 tahun. Nah ini pun telah ditetapkan oleh Allah jauh jauh hari sebelumnya{dalam hadits 50.000 tahun}, dengan catatan jika kita "memilih" untuk berdo'a, tapi klu g' berdo'a, yah berarti tetap 57 tahun dan 57 tahun itupun telah ditetapkan. Yupz...terlihat kita punya banyak pilihan, boleh jadi tiap detik kita membuat pilihan secara sadar atau tidak, dan pilihan itu mengantarkan ke jalur-jalur hidup yang berikutnya sesuai dengan yang ditetapkan Sang Maha Pengatur alam semesta untuk kita :-). Subhanallah....
"Dalam kondisi yang agak ektreem, misalnya ada seseorang yang dilahirkan dalam daerah terpencil dibelahan bumi. Daerah tersebut belum terjamah oleh teknologi atau gaya hidup orang sekarang, belum terjamah oleh ajaran Islam, sehingga dia hidup dengan kepercayaan yang diwariskan dari orang tua atau nenek moyangnya, ataupun mungkin hidup tanpa kepercayaan. Nah orang tersebut kan dari sisi pengetahuan kurang, dan dari sisi hati juga belum tersentuh oleh cahaya-cahaya Islam. Jadi gimana..??? Apakah Allah ada keringanan untuk orang ini atau dia dapat keistimewaan masuk surga karena kondisi seperti ini ??? "
Bersambung ke
part II
{Bagi siapa saja yang membaca artikel ini, mohon dikoreksi jika terdapat kekeliruan}