Ada dua point dari pertanyaan di part I, yang pertama adalah kondisi dan kedua adalah masalah keringanan Allah SWT. Poipo pikir yang kedua itu mudah dijawab oleh ummat Islam hehhe... :-). Jadi mungkin disini akan banyak berputar-putar di point pertama dari pada point kedua sebelum melangkah ke state berikutnya.
Jika jaman sekarang ternyata ada seseorang yang memasuki kondisi seperti pada point pertama, yaitu terisolasi dari warna-warni kehidupan dan ajaran Islam. Berarti boleh dikatakan (ini hanya perkiraan, tentunya Allah SWT yang lebih tau segala sesuatu) bahwa tantangan yang harus ia lewati di jalur takdirnya untuk menemukan cahaya Islam akan lebih penuh makna dibandingkan dengan orang-orang yang telah memeluk Islam karena orang tuanya yang juga beragama Islam. Atau malah sebaliknya, boleh jadi orang ini akan meninggal di tempatnya tanpa menemukan apa-apa, hidupnya hanya sebatas daerah yang terisolasi tersebut. Jadi disini Poipo cuma memberikan 2 opsi pilihan, yaitu usaha untuk mencari cahaya Islam atau berdiam diri saja mengikuti jalur hidup mainstream di daerahnya. Nah sekarang bagaimana caranya mencari ajaran Islam itu padahal tempatnya terisolasi ? Jawabnya sederhana, Islam itu udah ada di dalam "hati"nya. Iyah... Islam itu udah ada di dalam hati semua orang, cuman Islam itu bisa tertutupi karena pengaruh lingkungan sekitar, sehingga ketika menginjak masa dewasa Islamnya tidak terlihat atau terganti dengan yang lain. Ummm... Moga-moga Poipo tidak salah menerjemahkan beberapa hasil riset dari beberapa ahli psikologi atau ilmuwan berikut. Pertama, Danar Zohar dari Harvard University dan Ian Marshall dari Oxfor University melalui risetnya yang sangat komprehensif mereka membuat temuan terkini secara alamiah untuk pembuatan konsep kecerdasan spiritual atau bahasa sundanya spiritual quotient (SQ). Umm... mungkin secara sederhana SQ itu memberikan makna dan nilai dalam setiap langkah hidup. Seseorang tidak hanya cerdas atau dapat bekerja keras untuk bertahan hidup memenuhi kebutuhan, atau mungkin dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat sosialnya, namun juga ada makna dan nilai dari setiap kecerdasan dan kerja kerasnya tersebut. Dalam buku "Man's Search for Meaning" yang ditulis oleh Victor E Frankl menyebutkan "People have enough to live, but nothing to live for; They have the means, but no meaning." Secara sederhana dari pernyataan tersebut bahwa kita butuh makna dan nilai dalam langkah hidup tidak cukup hanya sekedar hidup saja mengikuti arus. Pada tahun 1997, temuan mutakhir dari riset ahli saraf Ramachandran dan timnya dari universitas California, menyatakan bahwa terdapat eksistensi God Spot dalam sistem saraf otak manusia. God spot tersebut telah ada sejak lahir, telah built in sebagai pusat spiritual (spiritual center) yang terletak diantara jaringan saraf dan otak. Kemudian balik ke taon 1990-an, riset dari ahli saraf Austria, Wolf Singer dalam makalahnya "The Binding Problem" menyatakan bahwa terdapat proses-proses dalam saraf otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha untuk menyatukan serta memberi "makna" dalam pengalaman hidup manusia. Jadi terdapat saraf-saraf yang mengikat pengalaman hidup manusia secara bersama untuk "hidup lebih bermakna". Sow.... Ini semua adalah temuan-temuan orang barat secara ilmiah untuk mencari Tuhan yang boleh dikatakan bisa menuju kepada cahaya Islam itu sendiri. Nah kalo dalam Islam sendiri (moga Poipo g' salah mengambil hadits dan ayat Al-Qur'an, jadi mohon dikoreksi kalo salah), Dalam hadits imam Muslim No. 4805 yang artinya :
"Tidaklah seorang bayi yg dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah, maka bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani atau Musyrik. Lalu seseorang bertanya kepada beliau: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika bayi itu meninggal sebelum itu?
Maka beliau bersabda:
Allah lebih tahu dengan apa yang mereka kerjakan. Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah & Abu Kuraib mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, & telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, bapakku telah menceritakan kepada kami; keduanya dari Al A'masy dengan sanad ini dalam hadits Ibnu Numair dgn lafazh; Tidaklah setiap anak yg dilahirkan kecuali dalam keadaan di atas millah (Islam) . Dan dalam riwayat Abu Bakr dari Abu Mu'awiyah; 'Kecuali di atas millah (agama Islam) ini.' Sedangkan dalam riwayat Abu Kuraib dari Abu Mu'awiyah; Tidaklah seorang anak yg dilahirkan kecuali berada di atas fitrah ini, hingga dia mengucapkannya dengan lisannya. "
Terlihat fitrah setiap bayi yang lahir itu adalah Islam. Di dalam hadits imam Muslim yang lain, di nomor 4807, artinya :
"Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah lalu kedua orang tuanyalah yg menjadikannya sebagai seorang yahudi, nasrani & majusi (penyembah api). Apabila kedua orang tuanya muslim, maka anaknya pun akan menjadi muslim. Setiap bayi yg dilahirkan dipukul oleh syetan pada kedua pinggangnya, kecuali Maryam & anaknya (Isa)."
Kemudian di dalam Al-Qur'an, surah Al-A'raf, ayat 172 yang artinya, "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”
Jadi kalo di dalam diri kita fitrahnya sudah Islam sejak lahir, maka selama menjalani hidup yang berada di luar Islam, hati itu akan selalu berbisik untuk kembali ke Islam atau semakin dekat kepada Rabb-nya. Kita pun yang beragama Islam tetap selalu dapat bisikan hati jika ingin berbuat maksiat kan..?? Cuman masalahnya, sanggupkah kita memilih untuk mengikuti bisikan hati tersebut, sanggupkah badan kita bergerak untuk mengikuti arahan dari hati ini...?? Yah... tentunya tergantung pilihan kita sendiri, mau kata hatinya dicuekin atau diikuti tergantung pilihan kita. Sama halnya pada orang yang terisolasi ini. Jika orang tersebut memilih untuk mendengarkan kata hatinya dan berusaha sekuat tenaga mencari hakikat dirinya, InsyaAllah, di atas jalur pilihannya tersebut Allah SWT memberikan bantuan. Ummm... kita bisa melihat kisah bagaimana Nabi Ibrahim AS mencari Tuhan. Awalanya nabi Ibrahim mengagumi bintang-bintang, kemudian bulan, kemudian mengagumi matahari sampai pada akhirnya mengambil kesimpulan bahwa Tuhannya adalah yang menciptakan bintang, bulan, matahari dan semuanya. Kita bisa juga melihat kisah sahabat Rasulullah SAW yaitu Salman Al-Farisi. Mula-mula Salman r.a adalah seorang Majusi di Persia, kemudian beralih ke agama Nasrani, kemudian menempuh perjalan panjang menuju ke Madinah dan sampai menjadi budak, dan akhirnya bisa menemui manusia paling mulia nabi Muhammad SAW. Dan beberapa kisah-kisah lain yang bisa lihat betapa teguhnya mereka-mereka dalam mengikuti kata hati untuk mencari kebenaran dari Allah SWT. Beberapa sahabat-sahabat kita yang sebelumnya nonMuslim ataupun seorang atheis pun tetap berusaha mencari kebenaran akan fitrahnya sebagai Islam, seperti yang terlihat pada video-video Dr. Zakir Naik di youtube. Sow... Kita, Poipo, dan para pembaca sekalian yang hidup di zaman sekarang ini yang penuh dengan kemudahan mencari informasi, pernahkan kita meluangkan waktu sejenak mendengarkan bisikan-bisikan dari hati, merenungkan tentang kehidupan kita ? Pernahkah kita mengikuti kata hati untuk mengisi sesuatu yang terasa kosong atau hampa dalam hidup..? Atau kita hanya menyibukkan diri dengan belajar untuk sekolah, aktivitas kampus, menyibukkan diri dengan pekerjaan, atau menghabiskan waktu luang dengan tidur, jalan-jalan di mall, nonton, maen game, dsb. Sehingga menyebabkan kita tidak secara sadar mengikuti jalur hidup yang dikondisikan oleh lingkungan sosial kita, seperti ikut sholat ketika orang lain juga sholat, ikut belajar ketika orang lain juga pada rajin belajar, ikut melakukan ini itu, atau hanya melihat segala sesuatunya berjalan begitu saja tanpa memberi pemaknaan. Ummm... Poipo pertanyaannya kayak orang galau yah...?? Hehehe... :D....Well...Sahabat... Boleh jadi kita selama ini meniatkan seluruh aktivitas kita untuk beribadah kepada Allah SWT tetapi disisi lain dalam hati kita masih terdapat kekosongan dan tanda tanya, boleh jadi selama ini kita telah beribadah dengan baik tetapi masih ada saja titik hitam dalam hati yang belum kita ketahui bagaimana menyikapinya. So... Sahabat-sahabat Poipo dimanapun berada, apapun agamanya, apapun profesinya, berapapun umurnya, mari kita bersama-sama menetapkan pilihan kita untuk tetap belajar, belajar tentang agama, tentang ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk menunjang profesi kita masing-masing, belajar memberi makna kepada setiap aktivitas hidup sehingga kita yang sedang belajar matematika di sekolah tidak sekadar belajar integral, turunan atau apa, kita yang sedang belajar kimia tidak sekadar belajar kimia, kita yang sedang menyetir di jalan raya tidak sekadar mengendalikan mobil, kita yang sedang belajar mata kuliah di kampus tidak sekadar mengetahui teori-teorinya, atau kita yang sedang belajar agama tidak hanya sekadar belajar agama, atapun kita yang sedang shalat tidak hanya sekadar shalat saja, tidak sekadar menikah, tidak sekadar melakukan hubungan suami-istri, tidak sekadar mendidik dan membesarkan anak-anak kita, tidak sekadar menafkahi istri & keluarga, tidak sekadar duduk, beribadah, dan menunggu mati ketika umur kita telah senja, dan sebagai dan sebagainya... :-)
Yaah... ada banyak hal yang membutuhkan waktu untuk mencari jawaban, butuh ilmu dan agama, dan tentunya pilihan kita jugalah untuk selalu berdo'a kepada Allah semoga diberikan kekuatan untuk selalu secara terus-terus menerus berusaha mendekatkan diri kepada-Nya melalui agama Islam dari pilihan jalur takdir yang telah kita pilih. Dan semoga juga kita dberi kekuatan untuk selalu ingin belajar kontinyu untuk meningkatkan ilmu yang dimiliki, aamiin... :-). Agama dan Ilmu, sepasang kekasih... :D, "Agama tanpa ilmu adalah buta, Ilmu tanpa agama adalah lumpuh", Albert Einstein.
Heeem... Tentunya pilihan kita sendirilah yang menentukan, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11.
{My apology for any mistake in this post and please stay tuned for the next part.....}
No comments:
Post a Comment