“Dan apabila manusia ditimpa bahaya, ia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, ia kembali (melalui jalan yang sesat), seolah-olah ia tidak pernah berdoa kepada Kami” (QS.Yunus: 12).
Bencana besar dan beruntun telah menimpa negeri ini. Banjir yang telah melumpuhkan Jakarta belum lama berlalu, namun telah diperkirakan bencana berikutnya akan menyusul, kekeringan. Itulah yang dalam Islam disebut musibah. Sebuah ketentuan Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki, kepada yang taat ataupun yang bermaksiat, kepada yang mukmin maupun kepada yang kafir. Sedih atas sebuah bencana sangat wajar. Namun, bagi setiap muslim telah ada panduan dari Rasul untuk menyikapi sebuah musibah. Sebuah sikap yang sangat bijaksana yang sesungguhnya paling menguntungkan di antara pilihan-pilihan sikap yang lain, berpikir positif.
Sesungguhnya Allah telah menyebut dengan jelas hikmah-hikmah indah yang terkandung dalam sebuah musibah. Yang pertama adalah sebagai peringatan bagi sekalian manusia yang sarat dengan sifat kealpaan. Sesungguhnya seorang muslim harus merasa beruntung jika mendapat teguran dari Rabbnya. Yang kedua adalah sebagai sebuah ujian yang akan meningkatkan derajat ketakwaan. Inilah sifat Zat Yang Mahaagung. Di balik musibah yang diberikan-Nya kepada manusia, Ia telah menyediakan hadiah terindah untuk hamba-Nya. Dengan demikian tidak ada alasan bagi seorang mukmin untuk menghujat sebuah musibah. Dan yang terakhir yang harus diwaspadai oleh setiap muslim adalah musibah yang juga merupakan tanda-tanda adzab dari Allah.
Bagaimana dengan orang yang sedang merasakan sebuah musibah? Apakah ia dapat merasakan indahnya hikmah musibah?
Hikmah adalah sebuah mutiara yang hilang dari seorang muslim yang sesungguhnya dapat diambil setiap saat dari segala peristiwa, meskipun ia tak mengalaminya sendiri. Saya masih ingat cerita seorang sahabat mengenai seorang temannya. Ia adalah seorang laki-laki yang ganteng, cerdas dan ternyata ia juga anak orang kaya. Teman saya pernah berandai-andai, jika ia seperti lelaki itu mungkin saat ini ia telah jadi bintang sinetron atau model. Tapi ternyata lelaki tadi tidak seperti itu. Dalam perjalanan hidupnya ia mendapat hidayah dari Allah, dan memutuskan untuk berjuang membina diri dengan baik. Kejadian itu membuat sahabat saya berpikir keras. Ia merasa malu, karena ia menyadari bahwa sebetulnya ia tidak sehebat temannya dan juga tidak lebih shaleh. Dari sini, akhirnya ia berusaha untuk lebih baik. Inilah salah satu contoh hikmah yang dapat diambil seorang muslim dari peristiwa yang dialami secara langsung.
Selanjutnya yang harus kita pahami, sesunggunhya setiap kondisi manusia hanya dihadapkan pada dua kondisi, sedih dan bahagia. Segala sesuatu yang dirasakan bisa digolongkan menjadi salah satu dari keduanya. Di saat tidak tertimpa musibah sangat mungkin seseorang lebih memilih bersikap biasa-biasa saja, apalagi jika tidak ada kondisi lain sebagai pembanding. Padahal sesungguhnya tidak seperti itu. Bagi orang-orang yang mempunyai sensivitas yang tinggi segala kondisi yang ia rasakan akan melahirkan sikap waspada. Keputusan terbaik yang akan diambil oleh orang-orang seperti ini adalah memperbanyak syukur. Ada kesempatan berpahala yang Allah berikan dengan keadaan lapang tersebut, yaitu kemudahan untuk membantu orang lain. Dan ketika musibah menimpa, orang mukmin akan menyikapinya sebagai momentum untuk mendapatkan hikmah lain, kesabaran.
(Tabloid MQ edisi 12/TH.II/APRIL 2002)
No comments:
Post a Comment