Ada seorang ilmuwan yang bertanya kepada orang bijak,“Mengapa shalat subuh hanya dua rakaat ?” sang bijak menjawab, “Saya tidak tahu. Hal itu merupakan hUkum dari Allah dan kita harus mematuhinya.”
Begitu ilmuwan itu memahami bahwa orang bijak tersebut tidak mengetahui jawabannya, segera ia berlagak pandai, lalu berkata, “Dunia hari ini adalah dunia ilmu pengetahuan. Pada hari ini, agama tanpa ilmu pengetahuan tidak akan berjalan.”
Kemudian orang bijak tersebut balik bertanya, “Coba jelaskan, mengapa buah beringin itu kecil padahal pohonnya begitu besar dan kokoh sedangkan buah semangka itu demikian besar sementara pohonnya saja kecil dan lemah.”
Ilmuwan itu menjawab, “Saya tidak tahu.”
Kemudian sang bijak menjawab seperti apa yang dilakukan ilmuwan tadi, “Dunia hari ini adalah dunia ilmu pengetahuan. Ilmu harus membuktikan semuanya.”
Mendengar jawaban itu tampak kesombongan sang ilmuwan pupus. Kemudian orang bijak itu menjelaskan, “Memang benar, dunia hari ini adalah dunia ilmu pengetahuan. Namun hal itu bukan berarti kita harus mengetahui semua rahasia alam semesta hari ini juga. Sudah tentu antara pohon beringin dan pohon semangka tersimpan suatu rahasia dan hubungan yang hingga saat ini ahli botani pun belum dapat menguaknya. Jadi, kita sepakat tentang adanya berbagai rahasia alam ini. Namun demikian, kita sama sekali tidak dapat menerima pengakuan seseorang bahwa ia memahami rahasia alam seluruhnya.”
Yang patut kita renungkan kemudian adalah jika dalam mengamalkan suatu hokum dari sisi Allah SWT, seseorang harus selalu mengetahui terlebih rahasia dibalik hokum tersebut, maka dimanakah bahasa keimanan itu digunakan, dan dimanakah nilai penghambaan kepada Allah diberikan?
Wahyu lebih mulia daripada ilmu pengetahuan dan lebih menabjubkan daripada peraturan manusia. Namun, anehnya mengapa kita jumpai banyak orang yang dapat menerima setiap peraturan, undang-undang, maupun hokum positif lainnya yang datang dari manusia, tetapi apabila berhadapan dengan hokum dari sisi Allah SWT, manusia langsung menghindar dan tiba-tiba mencernanya dengan logika yang ia miliki? Kita seharusnya mulai sadar.
(dikutip dari BSG fisika 2007 ITB, hal:201)
No comments:
Post a Comment